Minggu, 26 Januari 2014

Dampak kelemahan rupiah terhadap daya beli masyarakat



Guncangan pada industri keuangan membuat inflasi hingga akhir tahun diperkirakan akan berada pada kisaran 8-9 persen. Kondisi ini dipastikan akan melemahkan daya beli masyarakat. Bank Indonesia berupaya menggunakan bauran kebijakan untuk menjaga inflasi tetap terkendali.
Senin (26/8), Samuel Sekuritas dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) memprediksi bahwa inflasi akan menembus angka 9 persen.
Kepala ekonom Samuel Sekuritas Lana Soelistianingsih, menyebut, tingginya inflasi ini harus disikapi dengan hati-hati oleh pemerintah karena akan berdampak ke hal lain seperti kenaikan yield (imbal hasil) obligasi sehingga akan menambah beban utang pemerintah. Menurutnya, paket kebijakan yang ditawarkan pemerintah membuka kuota impor tidak akan membuat harga di dalam negeri turun, karena pelemahan rupiah cukup dalam.  
Sementara itu, banyak kalangan menilai paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pemerintah Jumat (23/8) lalu sangat terlambat dan tidak menyelesaikan masalah. Para ekonom melihat bahwa persoalan yang dihadapi saat ini bukan semata pelemahan rupiah, tapi jauh lebih fundamental dari itu, yakni perlambatan ekonomi.
Ekonom dari Universitas Atmajaya, Agustinus Prasetyantoko, menilai pemerintah seharusnya sejak pertengahan tahun lalu sudah bisa mengindikasi terjadinya situasi perlambatan ekonomi dan kondisi defisit neraca perdagangan seperti yang terjadi saat ini. “Kenapa paket yang isinya mengatasi dua persoalan itu baru keluar sekarang ketika ada isu nilai tukar?” kata Agustinus di Jakarta, Minggu (25/8).
Ia menambahkan, pemerintah seharusnya tidak berkutat pada permasalahan pelemahan rupiah. “Pelemahan rupiah itu muncul karena masalah yang lebih fundamental,” kata dia. Persoalan yang lebih fundamental, menurutnya, terjadinya perlambatan ekonomi yang menyebabkan defisit neraca perdagangan dan neraca transaksi berjalan.
Pengamat ekonomi Revrisond Baswir menilai paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pemerintah bersifat reaksioner. Situasi buruk ekonomi yang terjadi saat ini menurutnya akibat dari pemerintah lengah dan terlena pada angka pertumbuhan ekonomi pada dua tahun terakhir. “Pemerintah lengah lalu bertindak setelah situasi memburuk,” katanya.
Pemerintah dianggapnya tidak serius di dalam menjaga dan meningkatkan perekonomian termasuk bagaimana menggenjot nilai ekspor dan impor. “ Akibatnya neraca defisa merosot drastis,” ujar dia.
Ekonom PT BBCA, David Sumual menilai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah tidak menembak dua permasalahan sekaligus, justru saling bertolak belakang. Menurutnya yang terpenting saat ini memperbaiki transaksi berjalan dibandingkan mempertahankan pertumbuhan ekonomi di atas 6 persen.
Inflasi yang tinggi ini, menurut David, juga berdampak dari pelemahan nilai tukar yang cukup tajam sehingga perlu ada upaya pemerintah menjaga nilai tukar agar membaik. Selain itu, David mengatakan harga barang cenderung memiliki harga baru, terutama barang berkonten impor. “Harga barang kemarin sudah naik, sekarang bersiap-siap naik lagi, tapi kita tahu kan daya beli saat ini sedang turun. Ini dilema bagi mereka juga,” tuturnya.
Pengamat ekonomi, Rully Nova melihat inflasi pada Agustus akan cenderung lebih rendah dibandingkan Juli. Namun saat ini ditaksir tetap masih tetap tinggi mengingat harga pangan masih cukup tinggi.
Hingga akhir tahun, ia melihat inflasi berpeluang di kisaran 7,25-8 persen karena pada September maupun Oktober berpeluang deflasi. “Di bulan ini ada panen raya dan pasca-Lebaran biasa daya beli masyarakat menurun," ucapnya.
Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Franky Sibarani berpendapat ketergantungan pada produk-produk berbahan primer sebagai salah satu faktor yang menyebabkan sulitnya situasi ekonomi saat ini.
Di Atas 1 Persen
Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan inflasi pada Agustus dikhawatirkan akan di atas 1 persen. Ini karena hingga minggu ke-2, inflasi sudah terekam sebesar 1,3 persen. Agus mengatakan telah memberi informasi ke pemerintah terkait harga-harga pangan seperti daging sapi, ayam yang masih cenderung tinggi.
Sementara itu, pelemahan nilai tukar rupiah menurutnya, belum berpengaruh besar terhadap inflasi, pasalnya harga komoditas impor justru mengalami penurunan. “Jadi kami koordinasi dengan pemda, hati-hati jaga distribusi, pengadaan pangan, juga komoditas-komoditas kemarin yang menjadi sumber peningkatan inflasi kelihatannya belum bisa dinetralkan benar,” tuturnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan pemerintah menerbitkan paket kebijakan ekonomi sebagai respons atas perkembangan ekonomi terkini dan untuk menenangkan pelaku pasar keuangan. "Kalau pengaruh eksternal kita tidak bisa kontrol, tapi kalau ada kelemahan domestik kita benahi agar investor melihat pemerintah aware dan serius, dan mereka tidak panik," ungkapnya.
Chatib menjelaskan, paket kebijakan tersebut bermanfaat untuk menekan defisit transaksi berjalan yang menyebabkan pelemahan rupiah serta anjloknya IHSG, dan agar pertumbuhan ekonomi tetap berkesinambungan.
Ia mengatakan dalam paket itu, pemerintah memberikan insentif agar laba perusahaan meningkat dan tidak terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) serta mencabut pembatasan kuota ekspor bahan mineral hingga 2014.
"Kita mendorong ekspor bahan mineral, jadi kalau mau ekspor tidak ada batasan sekian dan tinggal membayar bea keluar, artinya kita mengubah ekstraksi kuantitatif menjadi harga. Sifatnya temporer sampai berlaku pada hilirisasi 2014," jelasnya.
Terpisah, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Susilo Siswoutomo menyatakan, pemerintah serius memfasilitasi industri nasional agar kelak menjadi tuan rumah di negeri sendiri, tetapi untuk mewujudkannya memerlukan kebersamaan terutama peran aktif pengusaha serta pemerintah daerah.
"Empat paket kebijakan penyelamatan ekonomi, bukan 'omong doang', tetapi pelaksanaannya memerlukan kebersamaan. Pemerintah sungguh-sungguh akan memangkas perizinan usaha, supaya investasi masuk, perekonomian bergerak, lapangan kerja terbuka, dan industri dengan kandungan dalam negeri sebagai aset bangsa menjadi tuan di negeri sendiri," ungkapnya.
Paket kebijakan penyelamatan ekonomi itu terdiri atas empat hal. Pertama, perbaikan defisit transaksi berjalan dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dengan mendorong ekspor dan keringanan pajak kepada industri tertentu. Pemerintah juga akan menetapkan pajak barang mewah lebih tinggi untuk mobil CBU dan barang-barang impor bermerek dari rata-rata 75 persen menjadi 125-150 persen.
Kedua, menjaga pertumbuhan ekonomi. Pemerintah akan memastikan defisit dalam APBNP 2013 tetap 2,38 persen dan pembiayaan aman.
Ketiga, menjaga daya beli masyarakat. Pemerintah berkoordinasi dengan BI untuk menjaga gejolak harga dan inflasi dengan mengubah tata niaga daging sapi dan hortikultura, dari impor berdasarkan kuota menjadi mekanisme impor dengan mengandalkan harga. Keempat, mempercepat investasi. Pemerintah akan mengefektifkan sistem layanan terpadu satu pintu perizinan investasi. (CR-38/Ant)

Sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar