Guncangan
pada industri keuangan membuat inflasi hingga akhir tahun diperkirakan akan
berada pada kisaran 8-9 persen. Kondisi ini dipastikan akan melemahkan daya
beli masyarakat. Bank Indonesia berupaya menggunakan bauran kebijakan untuk
menjaga inflasi tetap terkendali.
Senin
(26/8), Samuel Sekuritas dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) memprediksi bahwa
inflasi akan menembus angka 9 persen.
Kepala
ekonom Samuel Sekuritas Lana Soelistianingsih, menyebut, tingginya inflasi ini
harus disikapi dengan hati-hati oleh pemerintah karena akan berdampak ke hal
lain seperti kenaikan yield (imbal hasil) obligasi sehingga akan menambah beban
utang pemerintah. Menurutnya, paket kebijakan yang ditawarkan pemerintah
membuka kuota impor tidak akan membuat harga di dalam negeri turun, karena
pelemahan rupiah cukup dalam.
Sementara
itu, banyak kalangan menilai paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan
pemerintah Jumat (23/8) lalu sangat terlambat dan tidak menyelesaikan masalah.
Para ekonom melihat bahwa persoalan yang dihadapi saat ini bukan semata
pelemahan rupiah, tapi jauh lebih fundamental dari itu, yakni perlambatan
ekonomi.
Ekonom dari
Universitas Atmajaya, Agustinus Prasetyantoko, menilai pemerintah seharusnya
sejak pertengahan tahun lalu sudah bisa mengindikasi terjadinya situasi
perlambatan ekonomi dan kondisi defisit neraca perdagangan seperti yang terjadi
saat ini. “Kenapa paket yang isinya mengatasi dua persoalan itu baru keluar
sekarang ketika ada isu nilai tukar?” kata Agustinus di Jakarta, Minggu (25/8).
Ia
menambahkan, pemerintah seharusnya tidak berkutat pada permasalahan pelemahan
rupiah. “Pelemahan rupiah itu muncul karena masalah yang lebih fundamental,”
kata dia. Persoalan yang lebih fundamental, menurutnya, terjadinya perlambatan
ekonomi yang menyebabkan defisit neraca perdagangan dan neraca transaksi berjalan.
Pengamat
ekonomi Revrisond Baswir menilai paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan
pemerintah bersifat reaksioner. Situasi buruk ekonomi yang terjadi saat ini
menurutnya akibat dari pemerintah lengah dan terlena pada angka pertumbuhan
ekonomi pada dua tahun terakhir. “Pemerintah lengah lalu bertindak setelah
situasi memburuk,” katanya.
Pemerintah
dianggapnya tidak serius di dalam menjaga dan meningkatkan perekonomian
termasuk bagaimana menggenjot nilai ekspor dan impor. “ Akibatnya neraca defisa
merosot drastis,” ujar dia.
Ekonom PT
BBCA, David Sumual menilai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah tidak menembak
dua permasalahan sekaligus, justru saling bertolak belakang. Menurutnya yang
terpenting saat ini memperbaiki transaksi berjalan dibandingkan mempertahankan
pertumbuhan ekonomi di atas 6 persen.
Inflasi yang
tinggi ini, menurut David, juga berdampak dari pelemahan nilai tukar yang cukup
tajam sehingga perlu ada upaya pemerintah menjaga nilai tukar agar membaik.
Selain itu, David mengatakan harga barang cenderung memiliki harga baru,
terutama barang berkonten impor. “Harga barang kemarin sudah naik, sekarang
bersiap-siap naik lagi, tapi kita tahu kan daya beli saat ini sedang turun. Ini
dilema bagi mereka juga,” tuturnya.
Pengamat
ekonomi, Rully Nova melihat inflasi pada Agustus akan cenderung lebih rendah
dibandingkan Juli. Namun saat ini ditaksir tetap masih tetap tinggi mengingat
harga pangan masih cukup tinggi.
Hingga akhir
tahun, ia melihat inflasi berpeluang di kisaran 7,25-8 persen karena pada
September maupun Oktober berpeluang deflasi. “Di bulan ini ada panen raya dan
pasca-Lebaran biasa daya beli masyarakat menurun," ucapnya.
Wakil Ketua
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Franky Sibarani berpendapat
ketergantungan pada produk-produk berbahan primer sebagai salah satu faktor
yang menyebabkan sulitnya situasi ekonomi saat ini.
Di Atas 1
Persen
Sementara
itu, Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan inflasi pada Agustus
dikhawatirkan akan di atas 1 persen. Ini karena hingga minggu ke-2, inflasi
sudah terekam sebesar 1,3 persen. Agus mengatakan telah memberi informasi ke
pemerintah terkait harga-harga pangan seperti daging sapi, ayam yang masih
cenderung tinggi.
Sementara
itu, pelemahan nilai tukar rupiah menurutnya, belum berpengaruh besar terhadap
inflasi, pasalnya harga komoditas impor justru mengalami penurunan. “Jadi kami
koordinasi dengan pemda, hati-hati jaga distribusi, pengadaan pangan, juga
komoditas-komoditas kemarin yang menjadi sumber peningkatan inflasi kelihatannya
belum bisa dinetralkan benar,” tuturnya.
Sebelumnya,
Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan pemerintah menerbitkan paket kebijakan
ekonomi sebagai respons atas perkembangan ekonomi terkini dan untuk menenangkan
pelaku pasar keuangan. "Kalau pengaruh eksternal kita tidak bisa kontrol,
tapi kalau ada kelemahan domestik kita benahi agar investor melihat pemerintah
aware dan serius, dan mereka tidak panik," ungkapnya.
Chatib
menjelaskan, paket kebijakan tersebut bermanfaat untuk menekan defisit transaksi
berjalan yang menyebabkan pelemahan rupiah serta anjloknya IHSG, dan agar
pertumbuhan ekonomi tetap berkesinambungan.
Ia
mengatakan dalam paket itu, pemerintah memberikan insentif agar laba perusahaan
meningkat dan tidak terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) serta mencabut
pembatasan kuota ekspor bahan mineral hingga 2014.
"Kita
mendorong ekspor bahan mineral, jadi kalau mau ekspor tidak ada batasan sekian
dan tinggal membayar bea keluar, artinya kita mengubah ekstraksi kuantitatif
menjadi harga. Sifatnya temporer sampai berlaku pada hilirisasi 2014,"
jelasnya.
Terpisah,
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Susilo Siswoutomo menyatakan,
pemerintah serius memfasilitasi industri nasional agar kelak menjadi tuan rumah
di negeri sendiri, tetapi untuk mewujudkannya memerlukan kebersamaan terutama
peran aktif pengusaha serta pemerintah daerah.
"Empat
paket kebijakan penyelamatan ekonomi, bukan 'omong doang', tetapi
pelaksanaannya memerlukan kebersamaan. Pemerintah sungguh-sungguh akan
memangkas perizinan usaha, supaya investasi masuk, perekonomian bergerak,
lapangan kerja terbuka, dan industri dengan kandungan dalam negeri sebagai aset
bangsa menjadi tuan di negeri sendiri," ungkapnya.
Paket
kebijakan penyelamatan ekonomi itu terdiri atas empat hal. Pertama, perbaikan
defisit transaksi berjalan dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dengan
mendorong ekspor dan keringanan pajak kepada industri tertentu. Pemerintah juga
akan menetapkan pajak barang mewah lebih tinggi untuk mobil CBU dan
barang-barang impor bermerek dari rata-rata 75 persen menjadi 125-150 persen.
Kedua,
menjaga pertumbuhan ekonomi. Pemerintah akan memastikan defisit dalam APBNP
2013 tetap 2,38 persen dan pembiayaan aman.
Ketiga,
menjaga daya beli masyarakat. Pemerintah berkoordinasi dengan BI untuk menjaga
gejolak harga dan inflasi dengan mengubah tata niaga daging sapi dan
hortikultura, dari impor berdasarkan kuota menjadi mekanisme impor dengan
mengandalkan harga. Keempat, mempercepat investasi. Pemerintah akan
mengefektifkan sistem layanan terpadu satu pintu perizinan investasi.
(CR-38/Ant)
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar