Rabu, 24 April 2013

Hukum Perikatan

HUKUM PERIKATAN
(ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI)

NAMA           : Mita Kurniasih
KELAS          : 2EB10
NPM               : 24211511

Dalam tulisan ini saya akan membahas Aspek Hukum Dalam Ekonomi dengan materi tentang Hukum Perikatan yang terdiri dari sub bab :
1.      Pengertian
2.      Dasar Hukum Perikatan
3.      Azas-azas dalam Hukum Perikatan
4.      Wanprestasi dan akibat-akibatnya
5.      Hapusnya Perikatan

1. Pengertian Hukum Perikatan
“Menurut Ilmu Pengetahuan Hukum Perdata, Perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi di antara 2 (dua) orang atau lebih, yang terletak di dalam lapangan harta kekayaan, di mana para pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi
Perikatan dalam bahasa Belanda disebut“ver bintenis ”. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini berarti; hal yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain. Hal yang mengikat itu menurut kenyataannya dapat berupa perbuatan, misalnya jual beli barang. Dapat berupa peristiwa, misalnya lahirnya seorang bayi, meninggalnya seorang. Dapat berupa keadaan, misalnya; letak pekarangan yang berdekatan, letak rumah yang bergandengan atau letak rumah yang bersusun (rusun). Karena hal yang mengikat itu selalu ada dalam kehidupan bermasyarakat, maka oleh pembentuk undang-undang atau oleh masyarakat sendiri diakui dan diberi ‘akibat hukum’. Dengan demikian, perikatan yang terjadi antara orang yang satu dengan yang lain itu disebut hubungan hukum.
Jika dirumuskan, perikatan adalah adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan suatu akibat hukum, akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan perikatan. Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan (law of property), juga terdapat dalam bidang hukum keluarga (family law), dalam bidang hukum waris (law of succession) serta dalam bidang hukum pribadi(pers onal law).
Di dalam hukum perikatan, terdapat sistem yang terbuka, dan yang dimaksud dengan sistem terbuka adalah setiap orang dapat mengadakan perikatan yang bersumber pada perjanjian, perjanjian apapun dan bagaimanapun, baik itu yang diatur dengan undang-undang atau tidak, inilah yang disebut dengan kebebasan berkontrak, dengan syarat kebebasan berkontrak harus halal, dan tidak melanggar hukum, sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-undang.
Di dalam perikatan ada perikatan untuk berbuat sesuatu dan untuk tidak berbuat sesuatu.Yang dimaksud dengan perikatan untuk berbuat sesuatu adalah melakukan perbuatan yang sifatnya positif, halal, tidak melanggar undang-undang dan sesuai dengan perjanjian. Sedangkan perikatan untuk tidak berbuat sesuatu yaitu untuk tidak melakukan perbuatan tertentu yang telah disepakati dalam perjanjian. Contohnya; perjanjian untuk tidak mendirikan bangunan yang sangat tinggi sehingga menutupi sinar matahari atau sebuah perjanjian agar memotong rambut tidak sampai botak.
Dan syarat sahnya perikatan yaitu;
1. Obyeknya harus tertentu.
Syarat ini diperlukan hanya terhap perikatan yang timbul dari perjanjian.
2. Obyeknya harus diperbolehkan.
Artinya tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum.
3. Obyeknya dapat dinilai dengan uang.
Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam pengertian perikatan
4. Obyeknya harus mungkin.
Yaitu yang mungkin sanggup dilaksanakan dan bukan sesuatu yang mustahil.
Sumber Hukum Perikatan Pada dasarnya, ada sedikit kemiripan antara hukum perdata di Indonesia dengan di Mesir,dikarenakan negara Mesir sendiri mengadopsi hukum dari Perancis, sedangkan Indonesia mengadopsi hukum dari Belanda, dan Hukum Perdata Negara Belanda berasal dari Hukum Perdata Perancis (yang terkenal dengan nama Code Napoleon). Jadi, hukum perdata yang di Indonesia dengan di Mesir pada hakikatnya sama. Akan tetapi hanya bab dan pembagiannya saja yang membedekannya dikarenakan berasal dari satu nenek moyang yang sama.
Sumber-sumber hukum perikatan yang ada di Indonesia adalah perjanjian dan undang-undang, dan sumber dari undang-undang dapat dibagi lagi menjadi undang-undang melulu dan undang- undang dan perbuatan manusia. Sumber undang-undang dan perbuatan manusia dibagi lagi menjadi perbuatan yang menurut hukum dan perbuatan yang melawan hukum.
Contoh dalam perikatan yang timbul karena perbuatan menurut hukum
contohnya; mengurus kepentingan orang lain secara sukarela sebagaimana tertera dalam pasal 1354, dan pembayaran yang tak terutang tertera dalam pasal 1359. Contoh dari perikatan yang timbul dari undang- undang melulu telah tertera dalam pasal 104 mengenai kewajiban alimentasi antara kedua orang tua, misalnya; Ahmad menikah dengan Fatimah, pada dasarnya Ahmad dan Fatimah hanya melakukan akad nikah, dengan adanya akad nikah maka timbulah suatu keterikatan yang lainnya yaitu saling menjaga, menafkahi dan memelihara anak mereka bila lahir nantinya. Contoh lain dari undang-undang melulu telah tertera dalam pasal 625 mengenai hukum tetangga; yaitu hak dan kewajiban pemilik-pemilik pekarangan yang berdampingan. Selain itu, juga terdapat pula perikatan yang timbul karena melawan hukum. Contohnya; mengganti kerugian terhadap orang yang dirugikan, sebagaimana tertera dalam pasal 1365 KUH Perdata.
Adapun, sumber-sumber pokok perikatan yang ada di Mesir adalah adanya perjanjian (keinginan kedua belah pihak) dan tidak adanya perjanjian (muncul karena ketidaksengajaan atau muncul tanpa keinginan kedua belah pihak). Dan syarat syahnya perjanjian harus adanya keridhoan/kesepakatan antara kedua belah pihak, jadi di dalam isi perjanjian, kedua belah pihak harus saling mengetahui maksud dari perjanjian tersebut, dan tidak boleh hanya menguntungkan satu pihak saja. Dan syarat yang lainnya, adanya obyek yang halal, yang tidak melanggar undang-undang dan norma-norma kehidupan di masyarakat. Dan sumber tidak adanya perjanjian dapat dibagi menjadi; pertanggung jawaban yang timbul karena kelalaian, memperkaya diri tanpa alasan, dan undang-undang.

2. Dasar Hukum Perikatan
Dasar Hukum Perikatan
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHP perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut.
1. Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).
2. Perikatan yang timbul undang-undang.
3. Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela ( zaakwarneming).
Perikatan yang berasal dari undang-undang dibagi lagi menjadi undang-undang saja dan undang-undang dan perbuatan manusia. Hal ini tergambar dalam Pasal 1352 KUH Perdata :”Perikatan yang dilahirkan dari undang-undang, timbul dari undang-undang saja (uit de wet allen) atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang” (uit wet ten gevolge van’s mensen toedoen)
2.1. Perikatan terjadi karena undang-undang semata
2.2. Perikatan terjadi karena undang-undang akibat perbuatan manusia

3. ASAS-ASAS HUKUM PERIKATAN
3.1 ASAS KONSENSUALISME
Asas konsnsualisme dapat disimpulkan dari Pasal 1320 ayat 1 KUHPdt Pasal 1320 KUHPdt : untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat sarat :
(1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
(2) Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
(3) suatu hal tertentu
(4) suatu sebab yang halal.
Pengertian kesepakatan dilukiskan dengan sebagai pernyataan kehendak bebas yang disetujui antara pihak-pihak
3.2 ASAS PACTA SUNT SERVANDA
Asas pacta sun servanda berkaitan dengan akibat suatu perjanjian. Pasal 1338 ayat (1) KUHPdt : Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang….”
Para pihak harus menghormati perjanjian dan melaksanakannya karena perjanjian itu merupakan kehendak bebas para pihak
 3.3 ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK
Pasal 1338 KUHPdt : “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”
Ketentuan tersebut memberikan kebebasan para pihak untuk :
1. Membuat atau tidak membuat perjanjian;
2.Mengadakan perjanjian dengan siapapun;
3.Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya;
4.Menentukan bentuk perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.

Di samping ketiga asas utama tersebut, masih terdapat beberapa
asas hukum perikatan nasional, yaitu :
1.Asas kepercayaan;
2.Asas persamaan hukum;
3.Asas keseimbangan;
4.Asas kepastian hukum;
5.Asas moral;
6.Asas kepatutan;
7.Asas kebiasaan;
8.Asas perlindungan;
4. Wanprestasi dan Akibat-Akibatnya
4.1 Gugatan PMH atau wanprestasi
Suatu perjanjian dapat terlaksana dengan baik apabila para pihak telah memenuhi prestasinya masing-masing seperti yang telah diperjanjikan tanpa ada pihak yang dirugikan. Tetapi adakalanya perjanjian tersebut tidak terlaksana dengan baik karena adanya wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak atau debitur.
Perkataan wanprestasi berasal dari bahasa Belanda, yang artinya prestasi buruk. Adapun yang dimaksud wanprestasi adalah suatu keadaan yang dikarenakan kelalaian atau kesalahannya, debitur tidak dapat memenuhi prestasi seperti yang telah ditentukan dalam perjanjian dan bukan dalam keadaan memaksa. Gugatan wanprestasi bertujuan untuk menempatkan penggugat pada posisi seandainya perjanjian terlaksana, ganti rugi yang diberikan adalah kehilangan keuntungan yang diharapkan atau expectation loss. Gugatan atas dasar PMH bertujuan menempatkan penggugat pada posisi sebelum terjadi PMH, sehingga ganti rugi yang diberikan adalah kerugian yang nyata. Saat ini terjadi pergeseran dari teori klasik yang membedakan secara tajam antara gugatan wanprestasi dan gugatan PMH kearah teori modern yang tidak lagi membedakan secara tajam gugatan wanprestasi dan gugatan PMH.
Wansprestasi timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikan.
Adapun bentuk dari wansprestasi bisa berupa empat kategori, yakni :
1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan;
3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
4.2 Akibat-Akibat Wansprestasi
Akibat-akibat wansprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wansprestasi , dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yakni
1. Membayar Kerugian yang Diderita oleh Kreditur (Ganti Rugi)
Ganti rugi sering diperinci meliputi tinga unsure, yakni
a. Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh salah satu pihak;
b. Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditor yang diakibat oleh kelalaian si debitor;
c. Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditor.
2. Pembatalan Perjanjian atau Pemecahan Perjanjian
Di dalam pembatasan tuntutan ganti rugi telah diatur dalam Pasal 1247 dan Pasal 1248 KUH Perdata.

Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian bertujuan membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadak
3. Peralihan Risiko
Peralihan risiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang dan menjadi obyek perjanjian sesuai dengan Pasal 1237 KUH perdata.

5. Hapusnya Perikatan
Bab IV Buku III KUH Perdata mengatur tentang hapusnya perikatan baik yang timbul dari persetujuan maupun dari undang-undang yaitu dalam pasal 1381 KUH Perdata. Dalam pasal tersebut menyebutkan bahwa ada delapan cara hapusnya perikatan yaitu :
1. Pembayaran
2. Penawaran pembayaran diikuti dengan penitipan.
3. Pembaharuan utang (inovatie)
4. Perjumpaan utang (kompensasi)
5. Percampuran utang.
6. Pembebasan utang.
7. Musnahnya barang yang terutang
8. Kebatalan dan pembatalan perikatan-perikatan.
Adapun dua cara lainnya yang tidak diatur dalam Bab IV Buku III KUH Perdata adalah : Syarat yang membatalkan (diatur dalam Bab I). Kedaluwarsa (diatur dalam Buku IV, Bab 7).
Jadi dalam KUH Perdata ada sepuluh cara yang mengatur tentang hapusnya perikatan. 
1. Pembayaran
Yang dimaksud oleh undang-undang dengan perkataan ”pembayaran” ialah pelaksanaan atau pemenuhan tiap perjanjian secara sukarela, artinya tidak dengan paksaan atau eksekusi. Jadi perkataan pembayaran itu oleh undang-undang tidak melulu ditujukan pada penyerahan uang saja tetapi penyerahan tiap barang menurut perjanjian, dinamakan pembayaran. Bahkan si pekerja yang melakukan pekerjaannya untuk majikannya dikatakan ”membayar”.
2. Penawaran pembayaran diikuti dengan penitipan.
a. Penawaran pembayaran.
Undang-undang memberikan kemungkinan kepada debitur yang tidak dapat melunasi utangnya karena tidak mendapatkan bantuan dari kreditur, untuk membayar utangnya dengan jalan penawaran pembayaran yang diikuti dengan penitipan.
Sebagai contoh : A harus menyerahkan sejumlah barang yang dibeli oleh B, akan tetapi karena harga barang tersebut turun, B tidak mau menerimanya dengan alasan gudangnya penuh. Untuk membebaskan dirinya dari kewajiban tersebut A dapat menawarkan pembayaran diikuti dengan penitipan. Ketentuan Pasal 1404 s/d 1412 KUH Perdata hanya mengatur mengenai pemberian barang-barang bergerak dan tidak berlaku bagi perikatan-perikatan untuk berbuat sesuatu dan untuk memberikan barang-barang tetap. Perkataan tersebut dalam Pasal 1404 KUH Perdata yang berbunyi ”Jika kreditur menolak pembayaran, maka debitur dapat melakukan penawaran pembayaran diikuti dengan penitipan” menimbulkan kesan seolah-olah penawaran pembayaran hanya dapat dilakukan setelah adanya penolakan dari kreditur.
Pasal 1405 menentukan syarat-syarat untuk sahnya penawaran, yaitu :
1) Penawaran harus dilakukan kepada kreditur atau kuasanya,
2) Dilakukan oleh orang yang berwenang untuk membayar,
3) Penawaran harus meliputi :
- seluruh uang pokok
- bunga
- biaya yang telah ditetapkan
- uang untuk biaya yang belum ditetapkan ketentuan ini khusus untuk utang uang, sedangkan jika utang barang yang tak tergolong dalam Pasal 1412, maka point 3 ini dapat diterapkan secara analogis.
4) Ketetapan waktunya telah tiba, jika dibuat untuk kepentingan kreditur,
5) Syarat dengan mana utang telah dibuat, telah dipenuhi. Yang dimaksud disini adalah perikatan dengan syarat yang menunda,
6) Penawaran harus dilakukan ditempat, di mana menurut persetujuan pembayaran harus dilakukan, jika tidak ada persetujuan khusus maka penawaran harus ditujukan kepada kreditur pribadi atau tempat tinggal sesungguhnya atau tempat tinggal yang telah dipilih kreditur,
7) Penawaran itu dilakukan oleh seorang notaris atau juru sita, kedua- duanya disertai dua orang saksi. Dengan diterimanya penawaran pembayaran maka telah terjadi pembayaran..
Untuk sahnya penitipan, Pasal 1406 KUH Perdata menentukan beberapa syarat, yaitu :
1) sebelum penitipan kreditur harus diberitahukan tentang hari, jam
dan tempat di mana barang yang ditawarkan akan disimpan.
2) debitur telah melepaskan barang yang ditawarkan, dengan menitipkannya kepada kas penyimpanan atau penitipan di kepaniteraan Pengadilan, yang akan mengadilinya jika terjadi perselisihan disertai bunga sampai pada hari penitipan.
3) oleh notaris atau juru sita, kedua-duanya disertai dua orang saksi dibuat sepucuk surat pemberitaan yang menerangkan wujudnya mata uang yang ditawarkan, penolakan kreditur atau bahwa ia tidak datang untuk menerimanya dan akhirnya tentang penyimpanannya itu sendiri.
c.Akibat dari penawaran pembayaran yang diikuti dengan penitipan.
Penawaran pembayaran yang diikuti dengan penitipan membebaskan debitur dan berlaku sebagai pembayaran. Pembebasan tersebut mengakibatkan :
- Debitur dapat menolak tuntutan pemenuhan prestasi, ganti rugi, atau pembatalan persetujuan timbal balik dari kreditur dengan mengemukakan adanya penawaran dan penitipan.
- Debitur tidak lagi berutang bunga sejak hari penitipan.
- Sejak penitipan kreditur menanggung resiko atas barangnya.
- Pada persetujuan timbal balik, debitur dapat menuntut prestasi
kepada kreditur.


3. Pembaharuan utang (inovatie)
a. Pengertian novasi.
Novasi adalah suatu persetujuan yang menyebabkan hapusnya sutau perikatan dan pada saat yang bersamaan timbul perikatan lainnya yang ditempatkan sebagai pengganti perikatan semula.
4. Perjumpaan utang (kompensasi)
Kompensasi terjadi apabila dua orang saling berutang satu pada yang lain dengan mana utang-utang antara kedua orang tersebut dihapuskan, oleh undang-undang ditentukan bahwa diantara kedua mereka itu telah terjadi, suatu perhitungan menghapuskan perikatannya (pasal 1425 KUH Perdata).
5. Percampuran utang.
Yang dimaksud percampuran utang adalah percampuran kedudukan (kualitas) dari partai-partai yang mengadakan perjanjian, sehingga kualitas sebagai kreditur menjadi satu dengan kualitas dari debitur
6. Pembebasan utang.
.Secara sederhana pembebasan utang adalah perbuatan hukum dimana dengan itu kreditur melepaskan haknya untuk menagih piutangnya dari debitur. Pembebasan utang tidak mempunyai bentuk tertentu. Dapat saja diadakan secara lisan. Untuk terjadinya pembebasan utang adalah mutlak, bahwa pernyataan kreditur tentang pembebasan tersebut ditujukan kepada debitur. Pembebasan hutang dapat terjadi dengan persetujuan atau Cuma- Cuma.
7. Musnahnya barang yang terutang
Apabila benda yang menjadi obyek dari suatu perikatan musnah tidak dapat lagi diperdagangkan atau hilang, maka berarti telah terjadi suatu ”keadaan memaksa”atau force majeur, sehingga undang-undang perlu mengadakan pengaturan tentang akibat-akibat dari perikatan tersebut.
8. Kebatalan dan pembatalan perikatan-perikatan.
Bidang kebatalan ini dapat dibagi dalam dua hal pokok, yaitu : batal demi hukum dan dapat dibatalkan.
Disebut batal demi hukum karena kebatalannya terjadi berdasarkan undang-undang.





9.Syarat yang membatalkan (diatur dalam Bab I).
Yang dimaksud dengan syarat di sini adalah ketentun isi perjanjian yang disetujui oleh kedua belah pihak, syarat mana jika dipenuhi mengakibatkan perikatan itu batal, sehingga perikatan menjadi hapus. Syarat ini disebut ”syarat batal”. Syarat batal pada asasnya selalu berlaku surut, yaitu sejak perikatan itu dilahirkan. Perikatan yang batal dipulihkan dalam keadaan semula seolah-olah tidak pernah terjadi perikatan.
10. Kedaluwarsa (diatur dalam Buku IV, Bab 7).
Menurut ketentuan Pasal 1946 KUH Perdata, lampau waktu adalah suatu alat untuk memperoleh susuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang. Dengan demikian menurut ketentuan ini, lampau waktu tertentu seperti yang ditetapkan dalam undang-undang, maka perikatan hapus.

Daftar Pustaka :
Prinsip+Hukum+Perikatan+dan+Perjanjian.pdf


Jumat, 05 April 2013

Aspek Hukum Dalam Ekonomi (Toko Obat)

Kelas                           : 2EB10
Nama Kelompok         :
1.    Christin Destrinawati         (21211650)
2.    Dika Aryani                        (22211075)
3.    Mita Kurniasih                   (24211511)
4.    Nicky Raulika A                (25211158)
5.    Tri Utami                            (27211904)


Tugas Softskill: Aspek Hukum Dalam Ekonomi


Syarat-syarat Pendirian Usaha
Tahapan-tahapan dalam mendirikan suatu usaha secara umum adalah sebagai berikut.
1.    Mengajukan permohonan rekomendasi kepada walikota/bupati dengan syarat-syarat di bawah ini.
  • Mengisi formulir surat rekomendasi yang ditujukan untuk walikota/bupati setempat. Dalam formulir surat rekomendasi tersebut, terdapat beberapa data yang harus diisi yaitu sebagai berikut.
  • Data pemohon meliputi nama, pekerjaan dan alamat calon pemilik usaha.
  • Data tanah meliputi luas tanah (dalam m2), lokasi (kelurahan dan kecamatan), alamat, jenis tanah (darat/sawah), status tanah (tanah sertifikat/akta jual beli/sewa/kontrak), kondisi fisik (tanah kosong/ada bangunan) serta kondisi tanah tersebut saat ini (sudah/belum dibangun).
  • Kelengkapan-kelengkapan lainnya, meliputi hal-hal di bawah ini.
  • Foto kopi KTP
  • Foto kopi tanda lunas PBB
  • Foto kopi NPWP
  • Jika berbadan usaha melampirkan Akte Pendirian Perusahaan
  • Bukti kepemilikan tanah
  • Gambar situasi
  • IMB yang sudah ada bangunan/IMB lama
  • Surat ijin tetangga diatas segel Rp. 6000 diketahui Lurah dan Camat
  • Surat kuasa apabila dikuasakan diatas materai Rp. 6000
2.    Mengajukan permohonan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dengan cara mengisi formulir surat Izin Mendirikan Bangunan yang ditujukan kepada walikota/bupati dengan Cq. Kepala dinas permukiman, disertai dengan persyaratan dokumen yang diperlukan
3.    Mengajukan Permohonan Izin Gangguan
4.    Mengisi formulir surat pernyataan kesanggupan mematuhi ketentuan teknis
5.    Membuat Tanda Daftar Industri (TDI).

Setelah calon pemilik usaha memenuhi syarat-syarat tersebut, maka selanjutnya adalah calon pemilik mengajukan seluruh syarat permohonan pendirian usaha ke Dinas Perindustrian dan Perdagangan setempat.

Dasar hukum pemberian Izin Mendirikan Apotek Dan Toko Obat berdasarkan kepada:

1.    Undang-undang Obat Keras ( St. 1937 No. 541 );
2.    Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan;
3.    Undang-undang Nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara tahun 1997 No. 10, Tambahan Lembaran Negara No. 3671 );
4.    Undang-undang Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika (Lembaran Negara tahun 1997 No. 67, Tambahan Lembaran Negara No. 378 );
5.    Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 1980 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 1965 tentang Apotik; (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1980 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3169);
6.    Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara RI Nomor 49 tahun 1996, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3637);
7.    Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 1998 tentang pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan ( Lembaran Negara Nomor 138 tahun 1998 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3781 );
8.    Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332 / Menkes / SK / X / 2002 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan No. 922 / Menkes / Per / X / 1993 tentang ketentuan dan tata cara pemberian izin Apotek.
9.    Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922 / Menkes / Per / X / 1993 tentang ketentuan dan tata cara pemberian Izin Apotek.
10.    Peraturan Daerah Kabupaten Kuantan Singingi Nomor 9 Tahun 2001 Tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan


Syarat-syarat Memperoleh Izin Pengelolan Apotek dan/atau Toko Obat


Persyaratan administratif yang harus dipenuhi untuk memperoleh izin pengelolaan apotek dan/atau toko obat sebagai berikut.
1.    Salinan denah bangunan atau denah lokasi apotek/toko obat.
2.    Mengurus Surat-Surat Perizinan
3.    Salinan ijazah apoteker dan/atau asisten apoteker.
4.    Salinan SIK (Surat Izin Kerja) apoteker dan/atau asisten apoteker.
5.    Daftar obat-obatan yang akan diperdagangkan.
6.    Salinan KTP pemilik dan apoteker.
7.    Surat keterangan kepemilikan bangunan dan/atau surat sewa.
8.    Daftar nama asisten apoteker (nama, alamat, tanggal lulus, nomor SIK, dan ijazah yang berlaku).
9.    Daftar perlengkapan apotek.
10.    Surat pernyataan dari apoteker pengelola apotek bahwa tidak bekerja tetap pada perusahaan farmasi lain dan tidak menjadi apoteker di apotek lain.
11.    Surat izin atasan bagi pemohon yang berstatus PNS (Pegawai Negeri Sipil), anggota TNI dan Polri, atau pegawai instansi pemerintah lain.
12.    Surat perjanjian kerja sama antara apoteker dan pemilik sarana.
13.    Surat pernyataan pemilik sarana tidak terlibat pelanggaran perundang-undangan di bidang obat.
14.    Surat Izin Tempat Usaha (SITU).
15.    Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).
16.    Pelunasan PBB tahun terakhir.
17.    Salinan NPWP.
18.    Rekomendasi dari organisasi ISFI (Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia).

Poin 1-4 adalah syarat-syarat untuk membuka Toko Obat sedangkan poin 5-18 adalah syarat-syarat untuk membuka Apotek.

Prosedur Perolehan Izin Apotek dan Toko Obat


Ada beberapa prosedur dalam memperoleh izin pembukaan apotek dan/atau toko obat sebagai berikut.
1.    Pemohon atau pengelola mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan di tingkat kabupaten atau kota dengan melengkapi semua persyaratan administratif yang diperlukan.
2.    Selanjutnya Dinas Kesehatan akan melakukan pemeriksaan berkas dan sarana di lapangan. Jika semua berkas dan perlengkapan memenuhi syarat, pemohon atau pengelola kemudian melunasi retribusi yang sudah ditentukan.
3.    Setelah pemohon membayar retribusi dan semua persyaratan Lengkap maka izin akan segera diberikan. Waktu yang diperlukan untuk mendapatkan izin ini apabila semua persyaratan Lengkap adalah sekitar 14 (empat belas) hari kerja.

Nama PT                                         : Toko Obat As-Syifa
Alamat Lokasi                                : Jl. Kayu Putih RT 02/01 Kelurahan Pondok Cabe
                                                           Udik Kecamatan Pamulang Kabupaten Tangerang
Tanggal Pendirian                           : 17 Oktober 2006
Aspek Hukum dalam Pendirian      :

  1. Surat Keterangan Domisili Usaha
  2. Surat Izin Tempat Usaha
  3. Surat Surat Rekomendasi Dinas Kesehatan untuk pembuatan SIUP di Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Pariwsata
  4. Surat Izin Usaha Perdagangan
  5. Nomor Pokok Wajib Pajak
  6. Surat Izin Asisten Apoteker

Usaha    : Toko Obat

Dalam tugas kali ini, kami ditugaskan untuk mencari aspek hukum dalam usaha-usaha yang ada disekitar kami. Untuk itu, kami melakukan perjalanan ke Toko Obat As-Syifa untuk melihat kelengkapan izin yang mereka punyai. Inilah tinjauan kami untuk izin yang ada di Toko Obat As-Syifa.

1.    Surat Keterangan Domisili Usaha (SKDU)
SKDU adalah surat keterangan yang menerangkan tempat domisili tetap suatu usaha/perusahaan, yang digunakan  untuk melakukan pengurusan pembuatan surat-surat perijinan usaha lainnya seperti misalnya Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).

SKDU dikeluarkan oleh kelurahan dan pada umumnya kecamatan setempat. Tidak ada sanksi atas tidak adanya surat keterangan domisili ini, tetapi untuk pengurusan izin lain, jika tidak ada surat keterangan ini akan terhambat. Hingga surat ini mutlak dibutuhkan jika kita akan mengurus berbagai perizinan, terutama untuk membuka suatu usaha.

2.    Surat Ijin Tempat Usaha (SITU)

SITU adalah surat untuk memperoleh ijin sebuah usaha di sebuah lokasi usaha dengan maksud agar tidak menimbulkan gangguan atau kerugian kepada pihak-pihak tertentu. Tujuan dari surat ini adalah terlindungi dan terbinanya perusahaan yang menjalankan usahanya secara jujur, tertib dan terbuka. Serta dapat menjadi sumber pendapatan daerah.

SITU diterbitkan oleh Pemerintah Daerah Tingkat II (Kotamadya atau Kabupaten) dan harus di perpanjang setiap 5 tahun sekali.

Contoh SITU adalah seperti gambar di bawah ini:


Surat Izin Asisten Apoteker

Dalam pasal 1 KEPMENKES SIAA diberikan pengetian sebagai bukti tertulis yang diberikan kepada Pemegang Surat Izin Asisten Apoteker (SIAA) untuk melakukan pekerjaan kefarmasian disarana kefarmasian.

Untuk memperoleh Surat Izin Kerja Asusten Apoteker, diharuskan mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kabupaten / kota dengan memenuhi beberapa persayaratan yang disebutkan dalam Pasal 9 KEPMENKES ini dan melampirkannnya, yaitu:
  • Fotokopi Surat Izin Asisten Apoteker yang masih berlaku.
  • Fotokopi ijasah Asisten Apoteker yang disahkan oleh pimpinan penyelenggara pendidikan Asisten Apoteker.
  • Surat keterangan sehat dan tidak buta warna dari dokter yang memiliki SIP.
  • Pas foto ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar.
  • Surat keterangan dari pimpinan sarana kefarmasian atau apoteker penanggungjawab yang menyatakan masih bekerja pada sarana yang bersangkutan.
3.    Surat Rekomendasi Dinas Kesehatan untuk pembuatan SIUP di Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Pariwisata.
Surat Rekomendasi ini dibutuhkan apabila anda ingin membuka usaha perdagangan farmasi selain apotik, atau dengan kata lain Toko Obat. Dinas Perdagangan tidak akan mengeluarkan SIUP jika tidak disertai dengan Surat Rekomendasi dari Dinas Kesehatan.

4.    Surat izin usaha perdagangan (SIUP)

SIUP adalah surat izin untuk bisa melaksanakan usaha perdagangan. Semua surat yang telah disebutkan diatas merupakan persyaratan untuk membuat SIUP ini.

5.    Kegunaan kepemilikan SIUP adalah sebagai berikut:

  • Sebagai alat pengesahan yang di berikan oleh pemerintah, sehingga dalam kegiatan usaha tidak terjadi masalah perizinan.
  • Dengan memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan dapat memperlancar perdagangan ekspor dan impor.
  • Sebagai syarat untuk mengikuti kegiatan lelang yang di selenggarakan oleh pemerintah.
6.    Prosedur Mendapatkan Surat Izin Usaha Perdagangan
Tempat pembuatan Surat Izin Usaha Perdagangan dilakukan di kantor Dinas Perindustrian dan Perdagangan di Daerah Tingkat II atau setingkat dengan Kabupaten atau Kotamadya setempat. Berikut gambarannya:



7.    Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

NPWP adalah nomor yang diberikan kepada tiap wajib pajak sebagai sarana administratif yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam memenuhi hak dan kewajiban perpajakan. Dalam setiap pengurusan izin, misalnya izin pemasangan reklame, warung telekomunikasi, izin produksi makanan dan obat, izin usaha perdagangan dan perizinan lainnya, NPWP ini menjadi syarat mutlak yang harus dimiliki. 

Lembaga yang berwenang mengeluarkan NPWP, baik NPWP perorangan atau badan usaha adalah Direktorat Jenderal Pajak. Lebih tepatnya melalui kantor pelayanan pajak yang ada di setiap daerah.

Kesimpulan
Berdasarkan tinjauan kami terhadap Toko Obat As-Syifa untuk mata kuliah Aspek Hukum Dalam Ekonomi, kami menyimpulkan bahwa Toko Obat As-Syifa telah memenuhi aspek-aspek hukum yang harus dipenuhi dalam pendirian usahanya.

Dan dengan itu kami lampirkan foto yang kami ambil di depan Toko Obat As-Syifa.