Sabtu, 03 Januari 2015

Tugas 4 Etika Profesi : Analisis Jurnal



Abstract
This research is aimed to examine factors that influence timeliness of audit completion which later affect the timeliness of financial reporting with audit report lag (ARL) as a proxy. The samples of this research are 236 non-financial companies listed on the Indonesia Stock Exchange from period 2008 to 2011. The data is examined using panel data regression. Results show that the audit partner rotation does not significant effect on audit efficiency. Real audit firm rotation has effect on make audit report lag becomes longer and quasi firm rotation has effect on make it shorter. Results also show that cross-up rotation has no influences on audit report lag. On the other hand, firms which experienced cross-down audit firms rotation (audit rotation from larger audit firms to smaller audit firms) signifivantly have longer audit report lag. Audit report lag is also found to be longer for firms which experienced loss in their current year income and has large number of subsidiaries but shorter for firms who got unqualified opinion. Meanwhile, good/bad news and bankrupcty probability have no effect on audit report lag.

Keywords: Audit Report Lag, Timelinessof Audit Completion, Timeliness of Financial Reporting, Auditor Rotation, Good/Bad News, Loss, Subsidiary, Audit Opinion, Bankruptcy Probability.

Judul : ANALISYS OF  FACTORS THAT AFFECT  THE TIMELINESS OF SUBMISSION OF FINANCIAL REPORTS  IN  INDONESIA.
PRADITYA SYALFIAR SAGITA FITRIANY

Objek Penelitian
Populasi dan Sampel
Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling, artinya sampel-sampel yang memenuhi kriteria tertentu yang akan dimasukkan dalam penelitian ini. Periode penelitian adalah tahun 2008-2011. Namun, dikarenakan kebutuhan data untuk operasionalisasi variabel penelitian ini mensyaratkan ketersediaan data keuangan dan laporan auditor selama periode tahun 2007 hingga 2011.


Variabel

1.3.1  Variabel Dependen
Audit report lag adalah lamanya hari yang diperlukan oleh auditor untuk menyelesaikan proses audit atas laporan keuangan perusahaan setelah tanggal neraca berakhir. Definisi ini juga digunakan dalam beberapa penelitian sebelumnya (Carslaw & Kaplan, 1991; dan Bamber et al., 1993). Lamanya audit dapat dihitung dengan cara menghitung selisih hari antara satu hari setelah tutup buku (1 Januari) sampai dengan ditandatanganinya laporan audit.
1.3.2  Variabel Independen
a.       Rotasi Audit
Jenis rotasi audit dalam penelitian ini terbagi seperti yang terangkum dalam bagan 1. Variabel ini dioperasionalisasikan menggunakan variabel dummy seperti pada keterangan model penelitian. Mengenai ukuran KAP, ditentukan berdasarkan jumlah auditor dan staf professional yang bekerja pada KAP tersebut sesuai dengan kriteria : KAP dengan jumlah karyawan <100 dikategorikan sebagai KAP kecil, 100-400 merupakan KAP menengah, dan >400 merupakan KAP (Sudibyo, 2010). Dalam menentukan rotasi riil yang terjadi, penelitian ini menggunakan metode yang sama seperti yang diterapkan dalam penelitian Fitriany (2011). Pertama, berdasarkan kriteria KMK Nomor 359/KMK.06/2003 pasal 6 ayat 6 yang menyatakan bahwa apabila KAP melakukan perubahan komposisi Akuntan Publik (AP) dan mengubah nama namun 50 persen atau lebih jumlah AP berasal dari KAP sebelumnya, maka KAP tersebut dianggap merupakan KAP yang sama. Dasar kedua yang dapat digunakan adalah dengan melihat afiliasi internasionalnya. Karena berdasarkan KMK Nomor 423/KMK.06/2002 dan Nomor 359/KMK.06/2003, KAP internasional hanya diperbolehkan berafiliasi dengan satu KAP di Indonesia.

                        b. Berita Baik/Buruk

Proksi yang digunakan dalam variabel ini adalah perubahan profitabilitas (Al-Ajmi, 2008) dengan menggunakan rumus di bawah ini.
Perubahan profitabilitas = (Net Incomet / Total Assetst) - (Net Incomet-1 / TAssetst-1)
Semakin tinggi profitabilitas suatu perusahaan maka laporan keuangan yang dihasilkan perusahaan tersebut mengandung berita baik (good news). Sementara perusahaan yang mempunyai tingkat profitabilitas yang rendah maka dianggap mengandung berita buruk (bad news).

                        c.  Keadaan rugi/ Kerugian

Variabel ini dioperasionalisasikan menggunakan variabel dummy. Perusahaan yang mengalami kerugian atau laba negatif pada periode pelaporan tahunannya diberi kode 1 (satu) perusahaan tidak mengalami kerugian diberi kode 0 (nol) (Bamber et al., 1993; Whittered dan Zimmer, 1984).

                        d.  Jumlah anak Perusahaan

Jumlah anak perusahaan digunakan sebagai proksi atas kompleksitas operasional suatu perusahaan (Jaggi & Tsui, 1999). Perusahaan dengan jumlah anak perusahaan yang besar akan memiliki ARL yang lebih panjang karena memiliki tingkat kompleksitas audit yang lebih tinggi sehingga auditor memerlukan waktu yang lebih lama untuk mengauditnya (Ng & Tai, 1994).
         
                          e.  Opini Audit

Dalam penelitian ini, opini wajar tanpa pengecualian dioperasionalisaikan menggunakan variabel dummy. Diberi kode 1 (satu) pada observasi yang mendapatkan opini WTP, sedangkan opini jenis lain diberi kode 0 (nol) (Whittered, 1980).

                        f. Probabilitas Kebangkrutan

Probabilitas kebangkrutan digunakan sebagai proksi dalam menilai kondisi keuangan perusahaan yang disetimasi dari bankruptcy prediction model oleh Zmijewski (1984) (Habib & Bhuiyan, 2011). Bentuk model tersebut adalah:
ZFC = −4.336 − 4.513(ROA) + 5.679(FINL) + 0.004(LIQ)
Dimana, ZFC adalah estimasi dari indeks Zmijewski, ROA adalah return on assets (rasio net income terhadap total aset), FINL adalah financial leverage (rasio total hutang terhadap total aset), dan LIQ merupakan tingkat likuiditas (rasio asset lancar terhadap liabilitas lancar).

Variabel Kontrol
Dalam penelitian ini digunakan beberapa variabel kontrol yang berfungsi untuk mengendalikan dan menetralisir pengaruh-pengaruh variabel luar yang tidak perlu antara lain:
SIZE = ukuran perusahaan, dihitung dengan natural logaritma total aset perusahaan i pada tahun t
BIG4 = dummy ukuran KAP, diberi nilai 1 jika auditor berasal dari KAP Big4 dan 0 apabila tidak.


Analisis Data

4.1 Statistik Deskriptif
Tabel 1 merupakan data statistik deskriptif masing-masing variabel dalam penelitian ini yang telah mendapatkan perlakuan winsorizing outliers. Sampel perusahaan yang digolongkan sebagai outliers adalah sampel dengan nilai di luar nilai rata-rata variabel tersebut ditambah dan dikurangi tiga kali standar deviasi. Berdasarkan tabel 1, terlihat bahwa rata-rata ARL di Indonesia selam rentang tahun 2008-2011 adalah selama 77,16 hari setelah tanggal neraca. Panjang ARL yang paling cepat adalah 23 hari dan paling lambat adalah 140 hari setelah tanggal neraca. Rata-rata ini masih dibawah batas waktu penyampaian laporan keuangan tahunan yang ditetapkan oleh Bapepam-LK melalui KEP-36/PM/2003 yaitu maksimal 90 hari atau 91 hari (pada tahun kabisat) setelah tanggal tutup buku. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata perusahaan publik telah menaati peraturan yang berlaku. Pengujian Asumsi Klasik dan Pemilihan Estimasi Model
Hasil uji Chow dan uji Hausman menunjukkan bahwa estimasi model yang tepat adalah menggunakan fixed effect (FE) untuk model 1a, 2a, 3a, dan 3b. Sedangkan model 1b, 1c, dan 2b menggunakan random effect (RE). Setelah dilakukan uji asumsi klasik, hasil uji multikolinearitas menunjukkan tidak adanya korelasi antar variabel bebas. Khusus model panel yang menggunakan RE tidak diperlukan pengujian heteroskedastisitas dan autokorelasi karena sudah menggunakan Generalized Least Square (GLS) dalam estimasinya (Suwardi, 2011). Uji heterokedastisitas menggunakan Modified Wald Test dan uji autokorelasi menggunakan Wooldridge Test pada model FE, menunjukkan adanya heterokedastisitas dan autokorelasi dalam model penelitian. Oleh karena itu, model-model dalam penelitian ini diregresikan menggunakan model estimasi GLS yang dapat menangani kedua masalah tersebut. Uji signifikansi model pada tabel 3 menunjukkan probababilitas 0,000 untuk semua model. Nilai tersebut menunjukkan bahwa variabel-variabel independen dalam model secara bersama-sama mampu menjelaskan dan berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen yaitu ARL. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa seluruh model penelitian telah memenuhi kriteria goodness of fit sehingga output dari model dapat diinterpretasikan.


4.2 Analisis Hasil Regresi
4.2.1 Pengaruh Rotasi Partner Audit terhadap Audit Report Lag (ARL)

Hasil uji regresi pada tabel 2 menunjukkan bahwa untuk semua model, variabel rotasi partner audit (RPARTNER) memiliki signifikansi di atas α = 5%. Hal ini berarti variabel rotasi partner audit tidak memiliki pengaruh terhadap efisiensi waktu audit yang diproksi menggunakan audit report lag (ARL) sehingga hipotesis 1 ditolak. Hal ini diduga karena rotasi partner audit memiliki pengaruh yang berbeda-beda tergantung asal partner-nya sehingga membuat pengujian statistik tidak mampu melihat signifikansi dari variabel ini. Hasil ini menunjukkan hasil yang sama dengan penelitian Lai dan Chuck (2005) yang meneliti hal ini pada perusahaan di New Zealand.
4.2.2 Pengaruh Rotasi Kantor Akuntan Publik (KAP) terhadap ARL

Hasil regresi pada tabel 3 model 1a dan 1c menunjukkan bahwa variabel rotasi KAP riil (RFIRMRIIL) memiliki koefisien masing-masing 4,503 dan 3,036 dengan probabilitas 0,007 dan 0,017. Hasil ini mengindikasikan bahwa rotasi KAP secara riil berpengaruh signifikan positif terhadap ARL pada tingkat kepercayaan 99% dan 95% yang berarti hipotesis 2a diterima. Koefisien positif yang dimiliki menandakan bahwa ktika perusahaan melakukan pergantian KAP dengan mengganti KAP lamnya dengan KAP yang benar-benar baru, maka hal tersebut akan memperpanjang ARL. Hal ini sesuai dengan penelitian DeAngelo (1981) yang menyatakan bahwa pada dasarnya memperoleh pemahaman atas karakteristik klien dengan proses yang berkelanjutan dan bersifat kumulatif . Maka pemahaman auditor atas karakteristik klien bertambah seiring bertambahnya masa pemberian jasa audit oleh KAP terhadap klien. Dengan adanya rotasi auditor pemahaman terhadap klien akan terputus dan tidak sempurna sehingga menyebabkan keterlambatan dalam proses audit (Lee, Mande dan Son, 2009). Sedangkan untuk rotasi KAP secara semu (RFIRMSEMU) dalam model 1b dan 1c terbukti berpengaruh negatif signifikan terhadap ARL.


4.2.3 Pengaruh Rotasi KAP Secara Lateral, Cross-up dan Cross-down terhadap ARL Pada tabel 2, model 2a dan 2b menunjukkan hasil yang konsisten mengenai pengaruh rotasi KAP secara lateral (RFIRMLATERAL), cross-up atau rotasi dari KAP dengan ukuran lebih kecil ke KAP yang lebih besar (RFIRM_UP) maupun cross-down atau rotasi dari KAP dengan ukuran lebih besar ke KAP dengan ukuran lebih kecil (RFIRM_DOWN). Rotasi KAP secara lateral dan cross-up tidak terbukti berpengaruh terhadap ARL. Namun, untuk jenis rotasi KAP secara cross-down terbukti berpengaruh signifikan positif terhadap ARL sehingga hipotesis 5 diterima. Rotasi KAP secara cross-down diduga dapat memperpanjang ARL karena adanya perbedaan kemampuan audit KAP sebelumnya dengan KAP baru. KAP sebelumnya yang secara ukuran lebih besar diduga memiliki teknologi audit yang lebih baik pula sehingga dapat melakukan audit dengan lebih efektif dan efisien bila dibandingkan dengan KAP yang lebih kecil. Maka, saat dilakukan rotasi pergantian KAP ke ukuran yang lebih kecil, ARL akan semakin panjang. Hasil regresi model 3a dan 3b yang menguji pengaruh rotasi cross-up dan cross-down yang telah di-break down menjadi lebih spesifik terhadap ARL menunjukkan hasil yang konsisten. Pada model 3a, variabel RFIRM_DOWNA dan RFIRM_DOWNB berpengaruh signifikan positif terhadap ARL.. Hasil regresi variabel RFIRM_DOWNC juga menunjukkan bahwa rotasi dari KAP besar ke KAP kecil berpengaruh terhadap ARL pada tingkat kepercayaan 95%. Namun, koefisiennya menunjukkan arah negatif. Diduga KAP kecil memiliki prosedur audit yang lebih sederhana bila dibandingkan dengan KAP besar seperti yang tergabung dalam Big4 sehingga dapat mempersingkat waktu penyelesaian audit. Dugaan lainnya yang lebih ekstrim adalah adanya kemungkinan fenomena tukar menukar klien dimana KAP X sepakat untuk menandatangani laporan auditor atas audit laporan keuangan PT ABC yang auditnya sebenarnya dikerjakan oleh KAP Y (Tambunan, 2012). Namun, dikarenakan sedikitnya observasi, hasil regresi untuk variabel ini belum dapat
digeneralisasi secara luas sehingga dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk melihat konsistensinya.
4.2.4 Pengaruh Good/Bad News terhadap ARL

Variabel GNEWS memiliki koefisien sebesar 0,671 dengan tingkat probabilitas 0,164. Probabilitas sebesar 0,164 menunjukkan bahwa secara statistik, berita baik/buruk tidak memiliki pengaruh secara signifikan terhadap ARL. Hasil ini terjadi diduga karena terdapat proksi lain yang lebih menjelaskan hubungan antara berita baik/buruk (good/bad news) dengan ARL. Dalam penelitian Wiguna (2012), perubahan rasio profitabilitas juga ditemukan tidak berpengaruh terhadap ARL. Namun, disisi lain ditemukan bukti bahwa rasio perubahan laba bersih memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap ARL. Stakeholder diduga lebih mengapresiasi kenaikan laba perusahaan sebagai berita baik karena menggambarkan kinerja operasi perusahaan secara riil sehingga perusahaan dengan perubahan laba positif memiliki insentif untuk mengumumkannya dengan segera.
3.5.4.1 Pengaruh Keadaan Rugi (Kerugian) terhadap ARL

Variabel LOSS pada tabel 4.8 model 1a memiliki probabilitas koefisien sebesar 5,825 dan probabilitas sebesar 0,000 yang menunjukkan bahwa keadaan rugi yang dialami oleh perusahaan berpengaruh positif signifikan terhadap ARL pada tingkat kepercayaan 99%. Dengan kata lain, kerugian yang dialami perusahaan akan memperpanjang ARL perusahaan tersebut. Hasil ini diduga karena auditor akan cenderung manjalankan proses auditnya dengan lebih hati-hati serta terdapat kemungkinan auditor akan melakukan tes audit tambahan sebelum memberikan opininya dengan memperhatikan isu keberlangsungan hidup perusahaan. Alasan lain adalah perusahaan yang mengalami kerugian biasanya menjadwalkan audit lebih lambat karena keadaan rugi yang dialami oleh perusahaan dianggap dapat mempengaruhi keputusan investasi investor sehingga mendorong mereka untuk menunda pengumuman laba dengan melakukan penjadwalan audit lebih telat. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Batu dan Fitriany (2012), Schwartz dan Soo (1996), Carslaw dan Kaplan (1991), Whittered dan Zimmer (1984) yang menemukan bahwa keadaan rugi yang dialami perusahaan akan memperpanjang ARL.
4.3.5 Pengaruh Jumlah Anak Perusahaan terhadap ARL

Mengenai pengaruh jumlah anak perusahaan (SUBS), dapat dilihat pada tabel 4.8 dimana variabel SUBS tidak secara konsisten menunjukkan pengaruh signifikan terhadap audit report lag. Dari dua belas model secara keseluruhan, terdapat empat model yang menunjukkan hasil signifikan atas pengaruh variabel SUBS terhadap ARL, namun sisanya tidak berpengaruh. Mengenai hasil yang tidak konsisten, hal ini menunjukkan bahwa pengaruh jumlah anak perusahaan terhadap ARL cenderung lemah. Diduga terdapat faktor atau variabel lain yang lebih berpengaruh terhadap ARL. Namun, secara rata-rata dapat dikatakan bahwa jumlah anak perusahaan berpengaruh signifikan positif terhadap ARL. Salah satu hasil yang signifikan ditunjukkan oleh hasil regresi model 1a. Hasil regresi model 1a menunjukkan bahwa variabel SUBS memiliki koefisien 0,153 dengan probabilitas 0,052 yang berarti semakin banyak jumlah anak perusahaan, maka semakin panjang pula waktu penyelesaian auditnya. Hasil tersebut diduga karena dengan semakin banyaknya anak perusahaan yang dimiliki, maka hal ini akan dapat meningkatkan kompleksitas audit sehingga auditor membutuhkan waktu yang lebih panjang dalam melaksanakan serta menyelesaikan proses audit. Hal inilah yang menjadi alasan yang mendasari mengapa jumlah anak perusahaan memiliki pengaruh signifikan terhadap peningkatan ARL sesuai dengan penelitian Habib dan Bhuiyan (2011).
4.3.6 Pengaruh Opini Audit terhadap ARL

Variabel OPINI memiliki koefisien sebesar -9,668 dengan tingkat probabilitas 0,000. Hasil ini mengindikasikan bahwa variabel opini berpengaruh secara negatif signifikan terhadap ARL. Dengan kata lain, ARL akan cenderung lebih pendek ketika suatu perusahaan menerima opini WTP. Nilai negatif pada variabel ini diduga disebabkan karena perusahaan yang memperoleh opini wajar tanpa pengecualian dianggap telah menyajikan laporan keuangan sesuai dengan standar yang berlaku sehingga tidak diperlukan prosedur audit tambahan. Sedangkan untuk opini audit lainnya, diduga disebabkan oleh adanya penambahan prosedur audit oleh auditor sehingga berpotensi menyebabkan peningkatan pada ARL. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan Whittred (1980), Perdhana (2006), dan Panjaitan (2010) yang berkesimpulan perusahaan dengan opini wajar tanpa pengecualian akan cenderung memiliki ARL yang lebih pendek.
4.3.7 Pengaruh Probabilitas Kebangkrutan terhadap ARL

Variabel BANKRUPT memiliki koefisien sebesar 0,132 dengan probabilitas 0,300 yang berarti variabel ini tidak berpengaruh terhadap ARL. Hasil tersebut tidak sesuai dengan hasil penelitian Lai dan Chuck (2005) serta Habib dan Bhuiyan (2012) yang menyatakan bahwa semakin tinggi probabilitas kebangkrutan suatu perusahaan, maka semakin panjang pula ARL-nya. Hal ini terjadi diperkirakan karena model probabilitas kebangkrutan milik Zmijewski (1984) tidak terlalu cocok untuk diterapkan di Indonesia. Untuk dapat dipakai di Indonesia, diduga harus dilakukan modifikasi model terlebih dahulu untuk menyesuaikan koefisien model dengan keadaan yang sebenarnya. Selain itu, diduga terdapat model prediksi kebangkrutan yang lebih cocok digunakan di Indonesia. Argumen ini diperkuat dengan penelitian Rifqi (2011) yang menyatakan bahwa terdapat model kebangkrutan lain yang dapat lebih baik dalam memprediksi kebangkrutan di Indonesia. Dalam penelitian tersebut, disebutkan bahwa model asli yang terbaik untuk digunakan di Indonesia adalah model kebangkrutan Springate, sedangkan model modifikasi yang terbaik adalah model Ohlson. Namun, penelitian tersebut hanya dilakukan dengan menggunakan sampel perusahaan dalam industri manufaktur sehingga masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menguji konsistensinya.


Kesimpulan

1.  Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk meneliti apakah faktor-faktor seperti rotasi auditor, berita baik/buruk, keadaan rugi yang dialami perusahaan, jumlah anak perusahaan, opini audit, dan probabilitas kebangkrutan berpengaruh terhadap waktu penyelesaian audit yang mempengaruhi ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan yang diuji dengan menggunakan proksi audit report lag.

2. Hasil Penelitian adalah sebagai berikut

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan meneliti faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan. Dengan menggunakan hasil penelitian ini, maka regulator dapat melakukan review atas dampak aturan rotasi audit dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK/.01/2008. Regulator dapat menimbang cost and benefit dari penerapan kewajiban rotasi audit dilihat dari sisi indepenensi, kemungkinan keterlambatan penyampaian laporan keuangan, keandalan informasi keuangan bagi investor dan kemungkinan sanksi bagi perusahaan yang telat dalam pelaporan akibat kebijakan ini. Penelitian ini juga dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi perusahaan juga mengenai keputusan rotasi auditor maupun pemilihan KAP. Bagi auditor, dapat membantu mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi ARL sehingga dapat melakukan upaya peningkatan efisiensi dan efektivitas proses audit dengan mengendalikan faktor-faktor dominan yang menyebabkan ARL lebih panjang.


Judul Skripsi

Berdasarkan analisis jurnal yang telah saya buat maka saya berencana untuk mengambil judul skripsi dengan tema yang berbeda dengan penulisan ilmiah saya sebelumnya yang mengambil tentang sistem informasi akuntansi.





Jumat, 02 Januari 2015

Tulisan Etika Profesi : Audit Sistem Informasi



Jum’at, 2 januari 2015
Audit Sistem Informasi
Pengertian Audit Sistem Informasi

Ron Weber (1999,10) mengemukakan bahwa audit sistem informasi adalah :
” Information systems auditing is the process of collecting and evaluating evidence to determine whether a computer system safeguards assets, maintains data integrity, allows organizational goals to be achieved effectively, and uses resources efficiently”.
“Audit sistem informasi adalah proses pengumpulan dan penilaian bukti – bukti untuk menentukan apakah sistem komputer dapat mengamankan aset, memelihara integritas data, dapat mendorong pencapaian tujuan organisasi secara efektif dan menggunakan sumberdaya secara efisien”.

 Tujuan Audit Sistem Informasi

Tujuan Audit Sistem Informasi dapat dikelompokkan ke dalam dua aspek utama dari ketatakelolaan IT, yaitu :
a. Conformance (Kesesuaian) – Pada kelompok tujuan ini audit sistem informasi difokuskan untuk memperoleh kesimpulan atas aspek kesesuaian, yaitu : Confidentiality (Kerahasiaan), Integrity (Integritas), Availability (Ketersediaan) dan Compliance (Kepatuhan).
b. Performance (Kinerja) – Pada kelompok tujuan ini audit sistem informasi difokuskan untuk memperoleh kesimpulan atas aspek kinerja, yaitu : Effectiveness (Efektifitas), Efficiency (Efisiensi), Reliability (Kehandalan).

Tujuan audit sistem informasi menurut Ron Weber tujuan audit yaitu :
1. Mengamankan asset
2. Menjaga integritas data
3. Menjaga efektivitas sistem
4. Mencapai efisiensi sumberdaya.

Keempat tujuan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

Mengamankan aset, aset (activa) yang berhubungan dengan instalasi sistem informasi mencakup: perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), manusia (people), file data, dokumentasi sistem, dan peralatan pendukung lainnya.
Sama halnya dengan aktiva – aktiva yang lain, maka aktiva ini juga perlu dilindungi dengan memasang pengendalian internal. Perangkat keras dapat rusak karena unsur kejahatan atau sebab-sebab lain. Perangkat lunak dan isi file data dapat dicuri. Peralatan pendukung dapat digunakan untuk tujuan yang tidak diotorisasi.

Menjaga integritas data, integritas data merupakan konsep dasar audit sistem informasi. Integritas data berarti data memiliki atribut: kelengkapan, baik dan dipercaya, kemurnian, dan ketelitian. Tanpa menjaga integritas data, organisasi tidak dapat memperlihatkan potret dirinya dengan benar atau kejadian yang ada tidak terungkap seperti apa adanya. Akibatnya, keputusan maupun langkah-langkah penting di organisasi salah sasaran karena tidak didukung dengan data yang benar. Meskipun demikian, perlu juga disadari bahwa menjaga integritas data tidak terlepas dari pengorbanan biaya. Oleh karena itu, upaya untuk menjaga integritas data, dengan konsekuensi akan ada biaya prosedur pengendalian yang dikeluarkan harus sepadan dengan manfaat yang diharapkan.

Menjaga efektivitas sistem, sistem informasi dikatakan efektif hanya jika sistem tersebut dapat mencapai tujuannya. Untuk menilai efektivitas sistem, perlu upaya untuk mengetahui kebutuhan pengguna sistem tersebut (user). Selanjutnya, untuk menilai apakah sistem menghasilkan laporan atau informasi yang bermanfaat bagi user (misalnya pengambil keputusan), auditor perlu mengetahui karakteristik user berikut proses pengambilan keputusannya. Biasanya audit efektivitas sistem dilakukan setelah suatu sistem berjalan beberapa waktu. Manajemen dapat meminta auditor untuk melakukan post audit guna menentukan sejauh mana sistem telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi ini akan memberikan masukan bagi pengambil keputusan apakah kinerja sistem layak dipertahankan; harus ditingkatkan atau perlu dimodifikasi; atau sistem sudah usang, sehingga harus ditinggalkan dan dicari penggantinya

Audit efektivitas sistem dapat juga dilaksanakan pada tahap perencanaan sistem (system design). Hal ini dapat terjadi jika desainer sistem mengalami kesulitan untuk mengetahui kebutuhan user, karena user sulit mengungkapkan atau mendeskripsikan kebutuhannya. Jika sistem bersifat komplek dan besar biaya penerapannya, manajemen dapat mengambil sikap agar sistem dievaluasi terlebih dahulu oleh pihak yang independen untuk mengetahui apakah rancangan sistem sudah sesuai dengan kebutuhan user. Melihat kondisi seperti ini, auditor perlu mempertimbangkan untuk melakukan evaluasi sistem dengan berfokus pada kebutuhan dan kepentingan manajemen.

Mencapai efisiensi sumberdaya, suatu sistem sebagai fasilitas pemrosesan informasi dikatakan efisien jika ia menggunakan sumberdaya seminimal mungkin untuk menghasilkan output yang dibutuhkan. Pada kenyataannya, sistem informasi menggunakan berbagai sumberdaya, seperti mesin, dan segala perlengkapannya, perangkat lunak, sarana komunikasi dan tenaga kerja yang mengoperasikan sistem tersebut. Sumberdaya seperti ini biasanya sangat terbatas adanya. Oleh karena itu, beberapa kandidat sistem (system alternatif) harus berkompetisi untuk memberdayakan sumberdaya yang ada tersebut.
Adapun tujuan yang lain adalah :
  1. Untuk memeriksa kecukupan dari pengendalian lingkungan, keamanan fisik, keamanan logikal serta keamanan operasi sistem informasi yang dirancang untuk melindungi piranti keras, piranti lunak dan data terhadap akses yang tidak sah, kecelakaan, perubahan yang tidak dikehendaki.
  2. Untuk memastikan bahwa sistem informasi yang dihasilkan benar-benar sesuai dengan kebutuhan sehingga bisa membantu organisasi untuk mencapai tujuan strategis.

Jasa Astestasi
Manfaat jasa astestasi adalah

1. Memperbaiki Kualitas Sistem
Tujuannya adalah :

Dapat meningkatkan prestasi kerja karyawan, baik secara individu maupun  kelompok, karena disini atasan dan bawahan diberi kesempatan untuk memenuhi aktualisasi diri dalam kerangka pencapaian tujuan perusahaan dengan menetapkan sendiri sasaran kerja dan standar prestasi yang harus dicapai dalam kurun waktu tertentu.
- Peningkatan yang terjadi pada prestasi karyawan secara perorangan pada akhirnya akan mendorong kinerja sumber daya manusia secara keseluruhan yang direfleksikan dalam kenaikan produktivitas.
- Merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan tujuan meningkatkan hasil karya dan prestasi pribadi serta potensi karyawan dengan cara memberikan umpan balik pada mereka tentang prestasi kerjanya.
- Membantu perusahaan untuk dapat menyusun program pengenbangan dan pelatihan karyawan yang lebih tepat guna. Dan nantinya diharapkan usaha ini akan membantu perusahaan untuk mempunyai pasokan tenaga yang cakap dan terampil yang cukup untuk pengembangan perusahaan di masa depan.
- Menyedikan alat/sarana untuk mebandingkan prestasi kerja karyawan denagn tingkat imbalan/gajinya sebagai bagian dari kebijakan dan system imbalan yang baik.
- Memberikan kesempatan kepada karyawan untuk mengeluarkan perasaannya tentang pekerjaan atau hal-hal yang berkaitan dengannya. Dengan demikian jalur komunikasi dan dialog akan terbuka sehingga dapat diharapkan bahwa proses penilaian prestasi kerja akan mengeratkan hubungan antara atasan dan bawahan.

2. Mengukur Kinerja
Tujuannya adalah :
Tujuan evaluasi
Seorang manajer menilai kinerja dari masalalu seorang karyawan dengan menggunakan ratings deskriptif untuk menilai kinerja dan dengan data tersebut berguna dalam keputusan-keputusan promosi. demosi, terminasi dan kompensasi.
Tujuan pengembangan
Seorang manajer mencoba untuk meningkatkan kinerja seorang karyawan dimasa yang akan datang.
Sedangkan tujuan pokok dari si stem penilaian kinerja karyawan adalah: sesuatu yang menghasilkan informasi yang akurat dan valid berkenaan dengan prilaku dan kinerja anggota organisasi atau perusahaan. 


3. Tes Mutu Sistem Pemeliharaan
Tujuannya adalah :
- Mengecek keamanan produk. pengecekan keamana produk untuk perusahaan manufaktur (barang/0 perlu di lakukan minimal 3 tahun sekali sedangkan untuk perusahaan jasa minimal di lakukan pengecekan setiap tahun
- Mengecek standarisasi produk
- Mengecek ketersediaan produk
- Mengecek jumlah biaya dan penghasilan
- Mengecek perkembangan sistem

4. Mengecek Keterhandalan Sistem 
- Mengecek kepuasan pada sistem
- Mengecek pegunaan sistem sistem


Kamis, 01 Januari 2015

TUGAS 5 Etika Profesi: TUGAS KELOMPOK (ARTIKEL BHOPAL UNION CARBIDE)

Group Name : Unqualified Opinion
Reason :
Opinion is given when the audit was conducted in accordance with auditing standard, auditor found no material errors overall financial statement or not there is a deviation from generally accepted accounting principles (GAAP).
We chose this name because the Unqualified Opinion given meaningful financial statements have been implemented and in accordance with auditing standards and it was very good.
Members of the group :
1.      Della Irfianis (21211825)
2.      Dika Aryani ( 22211075)
3.      Elizen Bunga ( 22211409)
4.      Mita Kurniasih (24211511)
5.      Sofiyasmin Ramadani (26211846)
Problem Cases Bhopal Union Carbide
1.      What are the ethical issues raised by this case?
Answer:
Ethical Issues:
a) Company Manager gave less guidance to the community around the factory of pesticides so that many residents who build shacks around the plant.
b) Chairman eliminate money for a few years.
c) The shareholders was angry because they had suffered losses of more than $1 billion.
2.  Did the legal doctrine of "limited liability" apply to protect shareholders of Union Carbide Corporation (U.S.)?
Answer:
Not applied to protect shareholders because the company’s debt was swelling up to $1 billion and this causes the shareholders had suffered losses. Because the company managers had failed to warn them of the risk at the indian plant.
3.   Were the Indian operations, which were being overseen by the managers of Union Carbide Corporation (U.S.), in compliance with legal or moral or ethical standards?
Answer:
Not appropriate because the company Union Carbide India Ltd. has not met legal and ethical standards that have been set by the parent company. Therefore, many incident that occured at the plant due to undesirable omission of employees and the lack of training provided and because a majority of the employees of the illiterate so don't know the dangers of pesticides used.