Senin,29 Desember 2014
Audit Forensik
I.
Pengertian Audit Forensik
Audit Forensik terdiri dari dua kata, yaitu audit dan
forensik. Audit adalah tindakan untuk membandingkan kesesuaian antara kondisi
dan kriteria. Sementara forensik adalah segala hal yang bisa diperdebatkan di
muka hukum / pengadilan. Dengan demikian, audit forensik bisa didefinisikan
sebagai tindakan menganalisa dan membandingkan antara kondisi di lapangan
dengan kriteria, untuk menghasilkan informasi atau bukti kuantitatif yang bisa
digunakan di muka pengadilan. Karena sifat dasar dari audit forensik yang
berfungsi untuk memberikan bukti di muka pengadilan, maka fungsi utama dari
audit forensik adalah untuk melakukan audit investigasi terhadap tindak
kriminal dan untuk memberikan keterangan saksi ahli (litigation support) di
pengadilan. Audit Forensik dapat bersifat proaktif maupun reaktif. Proaktif
artinya audit forensik digunakan untuk mendeteksi kemungkinan-kemungkinan
risiko terjadinya fraud atau kecurangan. Sementara itu, reaktif artinya audit
akan dilakukan ketika ada indikasi (bukti) awal terjadinya fraud. Audit
tersebut akan menghasilkan “red flag” atau sinyal atas ketidakberesan. Dalam
hal ini, audit forensik yang lebih mendalam dan investigatif akan dilakukan.
II. Proses
Audit Forensik
1. Identifikasi
masalah
Dalam tahap
ini, auditor melakukan pemahaman awal terhadap kasus yang hendak diungkap.
Pemahaman awal ini berguna untuk mempertajam analisa dan spesifikasi ruang
lingkup sehingga audit bisa dilakukan secara tepat sasaran.
2. Pembicaraan
dengan klien
Dalam tahap
ini, auditor akan melakukan pembahasan bersama klien terkait lingkup, kriteria,
metodologi audit, limitasi, jangka waktu, dan sebagainya. Hal ini dilakukan
untuk membangun kesepahaman antara auditor dan klien terhadap penugasan audit.
3. Pemeriksaan
pendahuluan
Dalam tahap ini, auditor melakukan
pengumpulan data awal dan menganalisanya. Hasil pemeriksaan pendahulusan bisa
dituangkan menggunakan matriks 5W + 2H (who, what, where, when, why, how, and
how much). Investigasi dilakukan apabila sudah terpenuhi minimal 4W + 1H (who,
what, where, when, and how much). Intinya, dalam proses ini auditor akan
menentukan apakah investigasi lebih lanjut diperlukan atau tidak.
4. Pengembangan
rencana pemeriksaan
Dalam tahap
ini, auditor akan menyusun dokumentasi kasus yang dihadapi, tujuan audit,
prosedur pelaksanaan audit, serta tugas setiap individu dalam tim. Setelah
diadministrasikan, maka akan dihasilkan konsep temuan. Konsep temuan ini
kemudian akan dikomunikasikan bersama tim audit serta klien.
5. Pemeriksaan
lanjutan
Dalam tahap
ini, auditor akan melakukan pengumpulan bukti serta melakukan analisa atasnya.
Dalam tahap ini lah audit sebenarnya dijalankan. Auditor akan menjalankan
teknik-teknik auditnya guna mengidentifikasi secara meyakinkan adanya fraud dan
pelaku fraud tersebut.
6. Penyusunan
Laporan
Pada tahap
akhir ini, auditor melakukan penyusunan laporan hasil audit forensik. Dalam
laporan ini setidaknya ada 3 poin yang harus diungkapkan. Poin-poin tersebut
antara lain adalah:
·
Kondisi, yaitu kondisi yang benar-benar terjadi di
lapangan.
·
Kriteria, yaitu standar yang menjadi patokan dalam
pelaksanaan kegiatan. Oleh karena itu, jika kondisi tidak sesuai dengan
kriteria maka hal tersebut disebut sebagai temuan.
·
Simpulan, yaitu berisi kesimpulan atas audit yang
telah dilakukan. Biasanya mencakup sebab fraud, kondisi fraud, serta penjelasan
detail mengenai fraud tersebut.
III. Peran
Penting Audit Forensik
Dalam beberapa artikel dan literatur, pembahasan Audit
forensik lebih mengarah kepada kasus pembuktian penyimpangan keuangan atau
korupsi. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan, audit forensik diperlukan
untuk pembuktian pada kasus-kasus penipuan. Objek audit forensik adalah
informasi keuangan yang mungkin (diduga) mengandung unsur penyimpangan.
Penyimpangan yang dimaksud bisa berupa tindakan merugikan keuangan perusahaan,
seseorang, atau bahkan negara. Temuan audit dari hasil pemeriksaan ini bisa
dijadikan salah satu alat bukti bagi penyidik, pengacara, atau jaksa untuk
memutuskan suatu kasus hukum perdata. Tidak menutup kemungkinan hasil audit
juga akan memberikan bukti baru untuk tindakan yang menyangkut hukum pidana,
seperti penipuan. Dalam kasus semacam ini, auditor dituntut harus benar-benar
independen. Meskipun penugasan audit diberikan oleh salah satu pihak yang
bersengketa, independensi auditor harus tetap dijaga. Auditor tidak boleh
memihak pada siapa-siapa. Setiap langkah, kertas kerja, prosedur, dan
pernyataan auditor adalah alat bukti yang menghasilkan konskuensi hukum pada
pihak yang bersengketa.
IV. Tujuan
Audit Forensik
Tujuan dari audit forensik adalah mendeteksi atau
mencegah berbagai jenis kecurangan (fraud). Penggunaan auditor untuk
melaksanakan audit forensik telah tumbuh pesat. Beberapa contoh di mana audit
forensik bisa dilaksanakan termasuk:
1. Kecurangan
dalam bisnis atau karyawan.
2. Investigasi
kriminal.
3. Perselisihan
pemegang saham dan persekutuan.
4. Kerugian
ekonomi dari suatu bisnis.
5. Perselisihan
pernikahan.
V. Tugas
Auditor Forensik
Auditor forensik bertugas memberikan pendapat hukum
dalam pengadilan (litigation). Disamping tugas auditor forensik untuk
memberikan pendapat hukum dalam pengadilan (litigation), ada juga peran auditor
forensik dalam bidang hukum di luar pengadilan (non litigation), misalnya dalam
membantu merumuskan alternatif penyelesaian perkara dalam sengketa, perumusan
perhitungan ganti rugi dan upaya menghitung dampak pemutusan / pelanggaran
kontrak. Audit forensik dibagi ke dalam dua bagian: jasa penyelidikan (investigative
services) dan jasa litigasi (litigation services). Jenis layanan pertama
mengarahkan pemeriksa penipuan atau auditor penipuan, yang mana mereka
menguasai pengetahuan tentang akuntansi mendeteksi, mencegah dan mengendalikan
penipuan. Jenis layanan kedua merepresentasikan kesaksian dari seorang
pemeriksa penipuan dan jasa-jasa akuntansi forensik yang ditawarkan untuk
memecahkan isu-isu valuasi, seperti yang dialami dalam kasus perceraian. Tim
audit harus menjalani pelatihan dan diberitahu tentang pentingnya prosedur
akuntansi forensik di dalam praktek audit dan kebutuhan akan adanya spesialis
forensik untuk membantu memecahkan masalah.
VI. Alasan
Diperlukannya Audit Forensik
Mencoba menguak adanya tindak pidana korupsi dengan
audit biasa (general audit atau opinion audit) sama halnya mencoba mengikat
kuda dengan benang jahit. BPK perlu alat yang lebih dalam dan handal dalam
membongkar indikasi adanya korupsi atau tindak penyelewengan lainnya di dalam
Pemerintahan ataupun dalam BUMN dan BUMD salah satu metodologi audit yang
handal adalah dengan metodologi yang dikenal sebagai Akuntansi forensik ataupun
Audit Forensik. Audit forensik dahulu digunakan untuk keperluan pembagian
warisan atau mengungkap motif pembunuhan. Bermula dari penerapan akuntansi dalam
persoalan hukum, maka istilah yang dipakai adalah akuntansi (dan bukan audit)
forensik. Perkembangan sampai dengan saat ini pun kadar akuntansi masih
kelihatan, misalnya dalam perhitungan ganti rugi baik dalam pengertian sengketa
maupun kerugian akibat kasus korupsi atau secara sederhana akuntansi forensik
menangani fraud khususnya dalam pengertian corruption dan missappropriation of
asset. Profesi ini sebenarnya telah disebut dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP) pasal 179 ayat (1) menyatakan: ”Setiap orang yang diminta
pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya
wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan”’. Orang sudah mahfum profesi
dokter yang disebut dalam peraturan diatas yang dikenal dengan sebutan dokter
ahli forensik, namun ”ahli lainnya” yang dalam ini termasuk juga akuntan belum
banyak dikenal sebutannya sebagai akuntan forensik.
VII. Perbandingan antara Audit Forensik dengan
Audit Tradisional (Keuangan)
Audit Tradisional
|
Audit Forensik
|
|
Waktu
|
Berulang
|
Tidak
berulang
|
Lingkup
|
Laporan
Keuangan secara umum
|
Spesifik
|
Hasil
|
Opini
|
Membuktikan
fraud (kecurangan)
|
Hubungan
|
Non-Adversarial
|
Adversarial
(Perseteruan hukum)
|
Metodologi
|
Teknik
Audit
|
Eksaminasi
|
Standar
|
Standar
Audit
|
Standar
Audit dan Hukum Positif
|
Praduga
|
Professional
Scepticism
|
Bukti awal
|
Perbedaan yang paling teknis antara Audit Forensik dan
Audit Tradisional adalah pada masalah metodologi. Dalam Audit Tradisional,
mungkin dikenal ada beberapa teknik audit yang digunakan. Teknik-teknik
tersebut antara lain adalah prosedur analitis, analisa dokumen, observasi
fisik, konfirmasi, review, dan sebagainya. Namun, dalam Audit Forensik, teknik
yang digunakan sangatlah kompleks.
Teknik-teknik yang digunakan dalam audit forensik
sudah menjurus secara spesifik untuk menemukan adanya fraud. Teknik-teknik
tersebut banyak yang bersifat mendeteksi fraud secara lebih mendalam dan bahkan
hingga ke level mencari tahu siapa pelaku fraud. Oleh karena itu jangan heran
bila teknik audit forensik mirip teknik yang digunakan detektif untuk menemukan
pelaku tindak kriminal. Teknik-teknik yang digunakan antara lain adalah metode
kekayaan bersih, penelusuran jejak uang / aset, deteksi pencucian uang, analisa
tanda tangan, analisa kamera tersembunyi (surveillance), wawancara mendalam,
digital forensic, dan sebagainya.
Referensi:
http://elishhaumahu.blogspot.com/2013/05/makalah-audit-forensik.html