Kasus korupsi di Indonesia
seakan sulit dihentikan. Hampir setiap hari, masyarakat disuguhkan pemberitaan
mengenai kasus korupsi. Mengapa korupsi di Indonesia sulit diberantas?
Di kutip dari berbagai sumber :
1. korupsi adalah kejahatan yang terorganisir dan melibatkan aparat.
2. korupsi merupakan rantai kejahatan yang panjang, akibatnya sulit untuk mencari alat bukti guna mengusut atau menuntaskan kasus korupsi. Selain itu, Locus dilicti (tempat dan lokasi kejadian) dalam kasus korupsi terkadang bersifat lintas negara. Apalagi, alat atau sarana kejahatan semakin canggih.
3. Sulitnya memberantas korupsi juga disebabkan adanya persepsi dari masyarakat Indonesia dalam memandang korupsi. "Saat ini korupsi, dipandang sebagai kebiasaan.
4. Kasus korupsi di Indonesia sangat sulit untuk diungkap juga karena kasus korupsi itu terkadang melibatkan banyak pihak dan berbelit.
5. Korupsi dilakukan, karena adanya empat unsur, antara lain, niat untuk melakukan, kemampuan untuk melakukan, peluang atau kesempatan dan target yang cocok.
Di kutip dari berbagai sumber :
1. korupsi adalah kejahatan yang terorganisir dan melibatkan aparat.
2. korupsi merupakan rantai kejahatan yang panjang, akibatnya sulit untuk mencari alat bukti guna mengusut atau menuntaskan kasus korupsi. Selain itu, Locus dilicti (tempat dan lokasi kejadian) dalam kasus korupsi terkadang bersifat lintas negara. Apalagi, alat atau sarana kejahatan semakin canggih.
3. Sulitnya memberantas korupsi juga disebabkan adanya persepsi dari masyarakat Indonesia dalam memandang korupsi. "Saat ini korupsi, dipandang sebagai kebiasaan.
4. Kasus korupsi di Indonesia sangat sulit untuk diungkap juga karena kasus korupsi itu terkadang melibatkan banyak pihak dan berbelit.
5. Korupsi dilakukan, karena adanya empat unsur, antara lain, niat untuk melakukan, kemampuan untuk melakukan, peluang atau kesempatan dan target yang cocok.
Korupsi sudah terjadi
sejak jaman dahulu (sejak awal mula berdirinya bangsa Indonesia tahun 1945an)
dan sepertinya sudah menjadi tradisi di negara Indonesia ini. Memang pada masa
itu tak terdengar ada orang yang terseret ke pengadilan karena kasus korupsi.
Namun, dalam roman-roman Pramoedya Ananta Toer (Di Tepi Kali Bekasi) dan
Mochtar Lubis (Maut dan Cinta) tertulis sesuai dengan fenomena yang ia ketahui
di lingkungan sekitar terdapat orang-orang yang mengambil keuntungan dari
kekayaan negara untuk dirinya sendiri ketika yang lain berjuang mempertaruhkan
jiwa dan raga untuk merebut kemerdekaan bangsa Indonesia. Setelah tahun 1950an
Pramoedya Ananta Toer kembali menulis roman yang berjudul “Korupsi” yang
mengisahkan pegawai negeri yang melakukan korupsi secara kecil-kecilan.
Kemudian di sebutkan Mr. M… seorang pegawai negeri yang diseret ke pengadilan
dan dijatuhi hukuman karena kasus korupsi.
Korupsi berjalan sebagai suatu sistem yang dikerjakan
secara berjama’ah dan sangat rapi. Sejak jaman pemerintahan Soeharto, korupsi
kian marak dilakukan secara berjama’ah, saling mendukung dan saling menutupi
satu sama lain dalam suatu sitem yang rapi dan saling bekerjasama, sehingga
kasus korupsi sulit sekali terbongkar dan diselidiki. Akibatnya dalam menangani
kasus ini sangat rumit dan susah terungkap, hal tersebut dikarenakan para
pelaku korupsi merupakan orang-orang yang memiliki intelegensi tinggi
(orang-orang pintar) yang bisa memutar balikkan fakta serta menutup rapat
tindakan yang mereka lakukan. Konsentrasi kekuasan, pada pengambil keputusan
yang tidak bertanggung jawab langsung kepada rakyat, seperti yang sering
terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratik dan juga kurangnya transparansi
dalam pengambilan keputusan pemerintah yang biasanya dengan kebijakan tersebut
memungkikan para penguasa mudah dalam melakukan tndakan korupsi dan menutupi
kesalahannya. Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih
besar dari pendanaan politik yang normal. Kampanye yang begitu mahal dalam
mencalonkan diri menjadi kepala-kepala pemerintahan baik pada tingkat pusat
maupun daerah merupakan salah satu faktor penyebab maraknya kasus korupsi di
Indonesia. Hal ini terjadi karena mereka ingin mengembalikan modal dari uang
yang telah mereka kaluarkan untuk mencalonkan diri dan mengikuti kampanya.
Selain mengembalikan modal tentunya mereka juga berharap mendapatkan keuntungan
yang lebih dari modal yang telah mereka keluarkan.
Proyek yang melibatkan
uang rakyat dalam jumlah besar. Sekarang ini banyak sekali proyek-proyek
pembangunan baik infrastuktur maupun sumber daya manusia yang menggunakan uang
rakyat tidak sebagaimana mestinya. Hal ini dapat diketahui misalnya dalam hal
pembangunan SDM pada acara seminar/workshop-workshop yang mengeluarkan biaya
tidak sedikit. Mereka biasanya melakukan workshop di hotel berbintang, ditempat
yang relatif jauh dan dengan alasan refreshing sehingga menguras dana rakyat
sangat besar, padahal kebanyakan mereka disana tidak fokus untuk mengikuti
workshop dalam rangka meningkatkan pengetahuan mereka, melainkan mereka banyak
menghabiskan banyak waktu untuk berjalan-jalan, shoping, dan sebagainya.
Kemudian pembangunan infrastruktur yang tidak semestinya seperti pembangunan
toilet DPR yang menghabiskan uang puluhan juta rupiah.
Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan
jaringan “teman lama”. Lingkungan yang tertutup sangat memungkinkan terjadinya
kasus korupsi karena mereka akan dapat dengan mudah melakukan tindakan korupsi
secara berjama’ah dalam lingkungannya sehingga orang lain yang berada diluar
jaringan sulit untuk mengontrol dan mengetahui tindakan-tindakan yang mereka
lakukan termasuk tindakan korupsi. Lemahnya ketertiban hukum. Ketertiban hukun
di Indonesia ini dapat diibaratkan seperti pisau. Ia akan sangat tegas
menghukum masyarakat bawah ketika melakukan tindakan kejahatan seperti mencuri
sandal jepit, mencuri ayam, dsb. Namun untuk kelas atas yang mencuri uang
rakyat sampai puluhan bahkan ratusan juta rupiah hukum sulit sekali ditindak,
sepertinya kasusnya sangat berbelt-belit dan sulit sekali diungkap. Selain itu
banyak kasus pejabat-pejabat negara yang terlibat kasus korupsi mendapat
perlakuan khusus ketika di dalam penjara, seperti pemberian fasilitas yang mewah,
dapat menyogok aparat penegak hukum agar bisa jalan-jalan keluar tahanan bahkan
sampai keluar negeri. Lemahnya profesi hukum.
Prosesi hukum yang sangat
berbelit belit dan sulit sekali untuk mengungkap kasus korupsi merupakan salah
satu penyebab para aparat negara untuk melakukan korupsi. Mereka tidak takut
terlibat kasus korupsi karena mereka beranggapan bahwa kasus yang akan mereka
lakukan bakal sulit terungkap atau bahkan tidak terungkap. Selain itu aparat
penegak hukum dalam melakukan tugasnya masih dapat disogok dengan sejumlah uang
agar menutupi kasusnya dan membenarkan pihak terdakwa kasus korupsi. Rakyat
mudah dibohongi oleh para pejabat, seperti halnya pada saat pencalonan seorang
pejabat, baik itu presiden, DPR, bupati, dll. Mereka akan mau memilih calon
tersebut apabila mereka diberi imbalan uang (money politic). Ketidak adaannya
kontrol yang cukup untuk mencegah penyuapan atau “sumbangan kampanye”. Pihak
kontrol di Indonesia ini sangatlah lemah, bahkan pihak kontrol sendiri banyak
yang terlibat kasus suap sehinga mereka dapat dengan mudah membiarkan
kasus-kasus kampanye dengan uang. Dan bisa dibilang mereka membiarkn kasus suap
karena mereka sendiri telah disuap.
Kurangnya keimanan dan ketakwaan para pemimpin dan
birokrat negara kepada Tuhan YME. Lemahnya tingkat keimanan dan ketakwaan
kepada Tuhan YME merupakan salah satu faktor utama maraknya kasus korupsi di
negeri ini. Mereka tidak takut terhadap dosa dari perilaku yang telah mereka
lakukan, jika mereka takut terhadap dosa dan ancaman yang diberikan akibat
perbuatan mereka pasti para pemimpin dan borokrat negara ini tidak akan
melakukan perbuatan korupsi walaupun tidak ada pengawasan. Sebab mereka dengan
sendirinya akan merasa diawasi oleh Tuhan YHE dan takut terhdap ancaman dosa
yang dapat menyeret mereka dalam lembah kesengsaraan yaitu neraka.
Referensi
Nama : Mita Kurniasih
Kelas : 3EB10
NPM : 24211511
Tidak ada komentar:
Posting Komentar