Abstract
This research is aimed to examine factors that influence timeliness of
audit completion which later affect the timeliness of financial reporting with
audit report lag (ARL) as a proxy. The samples of this research are 236
non-financial companies listed on the Indonesia Stock Exchange from period 2008
to 2011. The data is examined using panel data regression. Results show that
the audit partner rotation does not significant effect on audit efficiency.
Real audit firm rotation has effect on make audit report lag becomes longer and
quasi firm rotation has effect on make it shorter. Results also show that
cross-up rotation has no influences on audit report lag. On the other hand,
firms which experienced cross-down audit firms rotation (audit rotation from
larger audit firms to smaller audit firms) signifivantly have longer audit
report lag. Audit report lag is also found to be longer for firms which
experienced loss in their current year income and has large number of
subsidiaries but shorter for firms who got unqualified opinion. Meanwhile, good/bad
news and bankrupcty probability have no effect on audit report lag.
Keywords: Audit Report Lag, Timelinessof Audit
Completion, Timeliness of Financial Reporting, Auditor Rotation, Good/Bad News,
Loss, Subsidiary, Audit Opinion, Bankruptcy Probability.
Judul : ANALISYS OF
FACTORS THAT AFFECT THE TIMELINESS
OF SUBMISSION OF FINANCIAL REPORTS
IN INDONESIA.
PRADITYA SYALFIAR SAGITA FITRIANY
Objek Penelitian
Populasi dan Sampel
Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling,
artinya sampel-sampel yang memenuhi kriteria tertentu yang akan dimasukkan
dalam penelitian ini. Periode penelitian adalah tahun 2008-2011. Namun,
dikarenakan kebutuhan data untuk operasionalisasi variabel penelitian ini
mensyaratkan ketersediaan data keuangan dan laporan auditor selama periode
tahun 2007 hingga 2011.
Variabel
1.3.1 Variabel
Dependen
Audit report lag adalah lamanya hari yang diperlukan
oleh auditor untuk menyelesaikan proses audit atas laporan keuangan perusahaan
setelah tanggal neraca berakhir. Definisi ini juga digunakan dalam beberapa
penelitian sebelumnya (Carslaw & Kaplan, 1991; dan Bamber et al.,
1993). Lamanya audit dapat dihitung dengan cara menghitung selisih hari antara
satu hari setelah tutup buku (1 Januari) sampai dengan ditandatanganinya
laporan audit.
1.3.2 Variabel Independen
a.
Rotasi Audit
Jenis rotasi
audit dalam penelitian ini terbagi seperti yang terangkum dalam bagan 1.
Variabel ini dioperasionalisasikan menggunakan variabel dummy seperti
pada keterangan model penelitian. Mengenai ukuran KAP, ditentukan berdasarkan
jumlah auditor dan staf professional yang bekerja pada KAP tersebut sesuai
dengan kriteria : KAP dengan jumlah karyawan <100 dikategorikan sebagai KAP
kecil, 100-400 merupakan KAP menengah, dan >400 merupakan KAP (Sudibyo,
2010). Dalam menentukan rotasi riil yang terjadi, penelitian ini menggunakan
metode yang sama seperti yang diterapkan dalam penelitian Fitriany (2011).
Pertama, berdasarkan kriteria KMK Nomor 359/KMK.06/2003 pasal 6 ayat 6 yang
menyatakan bahwa apabila KAP melakukan perubahan komposisi Akuntan Publik (AP)
dan mengubah nama namun 50 persen atau lebih jumlah AP berasal dari KAP
sebelumnya, maka KAP tersebut dianggap merupakan KAP yang sama. Dasar kedua
yang dapat digunakan adalah dengan melihat afiliasi internasionalnya. Karena
berdasarkan KMK Nomor 423/KMK.06/2002 dan Nomor 359/KMK.06/2003, KAP internasional
hanya diperbolehkan berafiliasi dengan satu KAP di Indonesia.
b. Berita Baik/Buruk
Proksi yang
digunakan dalam variabel ini adalah perubahan profitabilitas (Al-Ajmi, 2008)
dengan menggunakan rumus di bawah ini.
Perubahan profitabilitas = (Net
Incomet / Total Assetst) - (Net Incomet-1 / TAssetst-1)
Semakin tinggi profitabilitas suatu
perusahaan maka laporan keuangan yang dihasilkan perusahaan tersebut mengandung
berita baik (good news). Sementara perusahaan yang mempunyai tingkat
profitabilitas yang rendah maka dianggap mengandung berita buruk (bad news).
c. Keadaan rugi/ Kerugian
Variabel ini
dioperasionalisasikan menggunakan variabel dummy. Perusahaan yang
mengalami kerugian atau laba negatif pada periode pelaporan tahunannya diberi
kode 1 (satu) perusahaan tidak mengalami kerugian diberi kode 0 (nol) (Bamber et
al., 1993; Whittered dan Zimmer, 1984).
d. Jumlah anak Perusahaan
Jumlah anak
perusahaan digunakan sebagai proksi atas kompleksitas operasional suatu
perusahaan (Jaggi & Tsui, 1999). Perusahaan dengan jumlah anak perusahaan
yang besar akan memiliki ARL yang lebih panjang karena memiliki tingkat
kompleksitas audit yang lebih tinggi sehingga auditor memerlukan waktu yang
lebih lama untuk mengauditnya (Ng & Tai, 1994).
e. Opini Audit
Dalam penelitian
ini, opini wajar tanpa pengecualian dioperasionalisaikan menggunakan variabel dummy.
Diberi kode 1 (satu) pada observasi yang mendapatkan opini WTP, sedangkan opini
jenis lain diberi kode 0 (nol) (Whittered, 1980).
f. Probabilitas Kebangkrutan
Probabilitas
kebangkrutan digunakan sebagai proksi dalam menilai kondisi keuangan perusahaan
yang disetimasi dari bankruptcy prediction model oleh Zmijewski (1984)
(Habib & Bhuiyan, 2011). Bentuk model tersebut adalah:
ZFC = −4.336 − 4.513(ROA) +
5.679(FINL) + 0.004(LIQ)
Dimana, ZFC
adalah estimasi dari indeks Zmijewski, ROA adalah return on assets (rasio
net income terhadap total aset), FINL adalah financial leverage (rasio
total hutang terhadap total aset), dan LIQ merupakan tingkat likuiditas (rasio
asset lancar terhadap liabilitas lancar).
Variabel Kontrol
Dalam penelitian
ini digunakan beberapa variabel kontrol yang berfungsi untuk mengendalikan dan
menetralisir pengaruh-pengaruh variabel luar yang tidak perlu antara lain:
SIZE = ukuran perusahaan,
dihitung dengan natural logaritma total aset perusahaan i pada tahun t
BIG4 = dummy ukuran
KAP, diberi nilai 1 jika auditor berasal dari KAP Big4 dan 0 apabila tidak.
Analisis Data
4.1 Statistik Deskriptif
Tabel 1 merupakan data statistik deskriptif masing-masing
variabel dalam penelitian ini yang telah mendapatkan perlakuan winsorizing
outliers. Sampel perusahaan yang digolongkan sebagai outliers adalah
sampel dengan nilai di luar nilai rata-rata variabel tersebut ditambah dan
dikurangi tiga kali standar deviasi. Berdasarkan tabel 1, terlihat bahwa
rata-rata ARL di Indonesia selam rentang tahun 2008-2011 adalah selama 77,16
hari setelah tanggal neraca. Panjang ARL yang paling cepat adalah 23 hari dan
paling lambat adalah 140 hari setelah tanggal neraca. Rata-rata ini masih
dibawah batas waktu penyampaian laporan keuangan tahunan yang ditetapkan oleh
Bapepam-LK melalui KEP-36/PM/2003 yaitu maksimal 90 hari atau 91 hari (pada
tahun kabisat) setelah tanggal tutup buku. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata
perusahaan publik telah menaati peraturan yang berlaku. Pengujian Asumsi
Klasik dan Pemilihan Estimasi Model
Hasil uji Chow dan uji Hausman menunjukkan bahwa estimasi
model yang tepat adalah menggunakan fixed effect (FE) untuk model 1a,
2a, 3a, dan 3b. Sedangkan model 1b, 1c, dan 2b menggunakan random effect (RE).
Setelah dilakukan uji asumsi klasik, hasil uji multikolinearitas
menunjukkan tidak adanya korelasi antar variabel bebas. Khusus model panel yang
menggunakan RE tidak diperlukan pengujian heteroskedastisitas dan autokorelasi
karena sudah menggunakan Generalized Least Square (GLS) dalam
estimasinya (Suwardi, 2011). Uji heterokedastisitas menggunakan Modified
Wald Test dan uji autokorelasi menggunakan Wooldridge Test pada
model FE, menunjukkan adanya heterokedastisitas dan autokorelasi dalam model
penelitian. Oleh karena itu, model-model dalam penelitian ini diregresikan
menggunakan model estimasi GLS yang dapat menangani kedua masalah tersebut. Uji
signifikansi model pada tabel 3 menunjukkan probababilitas 0,000 untuk semua
model. Nilai tersebut menunjukkan bahwa variabel-variabel independen dalam
model secara bersama-sama mampu menjelaskan dan berpengaruh signifikan terhadap
variabel dependen yaitu ARL. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa
seluruh model penelitian telah memenuhi kriteria goodness of fit sehingga
output dari model dapat diinterpretasikan.
4.2
Analisis Hasil Regresi
4.2.1
Pengaruh Rotasi Partner Audit terhadap Audit Report Lag (ARL)
Hasil uji regresi pada tabel 2 menunjukkan bahwa untuk semua
model, variabel rotasi partner audit (RPARTNER) memiliki signifikansi di atas α
= 5%. Hal ini berarti variabel rotasi partner audit tidak memiliki pengaruh
terhadap efisiensi waktu audit yang diproksi menggunakan audit report lag (ARL)
sehingga hipotesis 1 ditolak. Hal ini diduga karena rotasi partner audit
memiliki pengaruh yang berbeda-beda tergantung asal partner-nya sehingga
membuat pengujian statistik tidak mampu melihat signifikansi dari variabel ini.
Hasil ini menunjukkan hasil yang sama dengan penelitian Lai dan Chuck (2005)
yang meneliti hal ini pada perusahaan di New Zealand.
4.2.2
Pengaruh Rotasi Kantor Akuntan Publik (KAP) terhadap ARL
Hasil regresi pada tabel 3 model 1a dan 1c menunjukkan bahwa
variabel rotasi KAP riil (RFIRMRIIL) memiliki koefisien masing-masing 4,503 dan
3,036 dengan probabilitas 0,007 dan 0,017. Hasil ini mengindikasikan bahwa
rotasi KAP secara riil berpengaruh signifikan positif terhadap ARL pada tingkat
kepercayaan 99% dan 95% yang berarti hipotesis 2a diterima. Koefisien positif
yang dimiliki menandakan bahwa ktika perusahaan melakukan pergantian KAP dengan
mengganti KAP lamnya dengan KAP yang benar-benar baru, maka hal tersebut akan
memperpanjang ARL. Hal ini sesuai dengan penelitian DeAngelo (1981) yang
menyatakan bahwa pada dasarnya memperoleh pemahaman atas karakteristik klien
dengan proses yang berkelanjutan dan bersifat kumulatif . Maka pemahaman
auditor atas karakteristik klien bertambah seiring bertambahnya masa pemberian
jasa audit oleh KAP terhadap klien. Dengan adanya rotasi auditor pemahaman
terhadap klien akan terputus dan tidak sempurna sehingga menyebabkan
keterlambatan dalam proses audit (Lee, Mande dan Son, 2009). Sedangkan untuk
rotasi KAP secara semu (RFIRMSEMU) dalam model 1b dan 1c terbukti berpengaruh
negatif signifikan terhadap ARL.
4.2.3
Pengaruh Rotasi KAP Secara Lateral, Cross-up dan Cross-down terhadap
ARL Pada
tabel 2, model 2a dan 2b menunjukkan hasil yang konsisten mengenai pengaruh
rotasi KAP secara lateral (RFIRMLATERAL), cross-up atau rotasi dari KAP
dengan ukuran lebih kecil ke KAP yang lebih besar (RFIRM_UP) maupun cross-down
atau rotasi dari KAP dengan ukuran lebih besar ke KAP dengan ukuran lebih
kecil (RFIRM_DOWN). Rotasi KAP secara lateral dan cross-up tidak
terbukti berpengaruh terhadap ARL. Namun, untuk jenis rotasi KAP secara cross-down
terbukti berpengaruh signifikan positif terhadap ARL sehingga hipotesis 5
diterima. Rotasi KAP secara cross-down diduga dapat memperpanjang ARL
karena adanya perbedaan kemampuan audit KAP sebelumnya dengan KAP baru. KAP
sebelumnya yang secara ukuran lebih besar diduga memiliki teknologi audit yang
lebih baik pula sehingga dapat melakukan audit dengan lebih efektif dan efisien
bila dibandingkan dengan KAP yang lebih kecil. Maka, saat dilakukan rotasi
pergantian KAP ke ukuran yang lebih kecil, ARL akan semakin panjang. Hasil
regresi model 3a dan 3b yang menguji pengaruh rotasi cross-up dan cross-down
yang telah di-break down menjadi lebih spesifik terhadap ARL
menunjukkan hasil yang konsisten. Pada model 3a, variabel RFIRM_DOWNA dan
RFIRM_DOWNB berpengaruh signifikan positif terhadap ARL.. Hasil regresi
variabel RFIRM_DOWNC juga menunjukkan bahwa rotasi dari KAP besar ke KAP kecil
berpengaruh terhadap ARL pada tingkat kepercayaan 95%. Namun, koefisiennya
menunjukkan arah negatif. Diduga KAP kecil memiliki prosedur audit yang lebih
sederhana bila dibandingkan dengan KAP besar seperti yang tergabung dalam Big4
sehingga dapat mempersingkat waktu penyelesaian audit. Dugaan lainnya yang
lebih ekstrim adalah adanya kemungkinan fenomena tukar menukar klien dimana KAP
X sepakat untuk menandatangani laporan auditor atas audit laporan keuangan PT
ABC yang auditnya sebenarnya dikerjakan oleh KAP Y (Tambunan, 2012). Namun,
dikarenakan sedikitnya observasi, hasil regresi untuk variabel ini belum dapat
digeneralisasi secara luas sehingga dibutuhkan penelitian
lebih lanjut untuk melihat konsistensinya.
4.2.4
Pengaruh Good/Bad News terhadap ARL
Variabel GNEWS memiliki koefisien sebesar 0,671 dengan tingkat
probabilitas 0,164. Probabilitas sebesar 0,164 menunjukkan bahwa secara
statistik, berita baik/buruk tidak memiliki pengaruh secara signifikan terhadap
ARL. Hasil ini terjadi diduga karena terdapat proksi lain yang lebih
menjelaskan hubungan antara berita baik/buruk (good/bad news) dengan
ARL. Dalam penelitian Wiguna (2012), perubahan rasio profitabilitas juga ditemukan
tidak berpengaruh terhadap ARL. Namun, disisi lain ditemukan bukti bahwa rasio
perubahan laba bersih memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap ARL. Stakeholder
diduga lebih mengapresiasi kenaikan laba perusahaan sebagai berita baik
karena menggambarkan kinerja operasi perusahaan secara riil sehingga perusahaan
dengan perubahan laba positif memiliki insentif untuk mengumumkannya dengan
segera.
3.5.4.1
Pengaruh Keadaan Rugi (Kerugian) terhadap ARL
Variabel LOSS pada tabel 4.8 model 1a memiliki probabilitas
koefisien sebesar 5,825 dan probabilitas sebesar 0,000 yang menunjukkan bahwa
keadaan rugi yang dialami oleh perusahaan berpengaruh positif signifikan
terhadap ARL pada tingkat kepercayaan 99%. Dengan kata lain, kerugian yang
dialami perusahaan akan memperpanjang ARL perusahaan tersebut. Hasil ini diduga
karena auditor akan cenderung manjalankan proses auditnya dengan lebih
hati-hati serta terdapat kemungkinan auditor akan melakukan tes audit tambahan
sebelum memberikan opininya dengan memperhatikan isu keberlangsungan hidup
perusahaan. Alasan lain adalah perusahaan yang mengalami kerugian biasanya
menjadwalkan audit lebih lambat karena keadaan rugi yang dialami oleh
perusahaan dianggap dapat mempengaruhi keputusan investasi investor sehingga
mendorong mereka untuk menunda pengumuman laba dengan melakukan penjadwalan
audit lebih telat. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Batu dan
Fitriany (2012), Schwartz dan Soo (1996), Carslaw dan Kaplan (1991), Whittered
dan Zimmer (1984) yang menemukan bahwa keadaan rugi yang dialami perusahaan
akan memperpanjang ARL.
4.3.5
Pengaruh Jumlah Anak Perusahaan terhadap ARL
Mengenai pengaruh jumlah anak perusahaan (SUBS), dapat dilihat
pada tabel 4.8 dimana variabel SUBS tidak secara konsisten menunjukkan pengaruh
signifikan terhadap audit report lag. Dari dua belas model secara
keseluruhan, terdapat empat model yang menunjukkan hasil signifikan atas
pengaruh variabel SUBS terhadap ARL, namun sisanya tidak berpengaruh. Mengenai
hasil yang tidak konsisten, hal ini menunjukkan bahwa pengaruh jumlah anak
perusahaan terhadap ARL cenderung lemah. Diduga terdapat faktor atau variabel
lain yang lebih berpengaruh terhadap ARL. Namun, secara rata-rata dapat
dikatakan bahwa jumlah anak perusahaan berpengaruh signifikan positif terhadap
ARL. Salah satu hasil yang signifikan ditunjukkan oleh hasil regresi model 1a.
Hasil regresi model 1a menunjukkan bahwa variabel SUBS memiliki koefisien 0,153
dengan probabilitas 0,052 yang berarti semakin banyak jumlah anak perusahaan,
maka semakin panjang pula waktu penyelesaian auditnya. Hasil tersebut diduga
karena dengan semakin banyaknya anak perusahaan yang dimiliki, maka hal ini
akan dapat meningkatkan kompleksitas audit sehingga auditor membutuhkan waktu
yang lebih panjang dalam melaksanakan serta menyelesaikan proses audit. Hal
inilah yang menjadi alasan yang mendasari mengapa jumlah anak perusahaan
memiliki pengaruh signifikan terhadap peningkatan ARL sesuai dengan penelitian
Habib dan Bhuiyan (2011).
4.3.6
Pengaruh Opini Audit terhadap ARL
Variabel OPINI memiliki koefisien sebesar -9,668 dengan
tingkat probabilitas 0,000. Hasil ini mengindikasikan bahwa variabel opini
berpengaruh secara negatif signifikan terhadap ARL. Dengan kata lain, ARL akan
cenderung lebih pendek ketika suatu perusahaan menerima opini WTP. Nilai
negatif pada variabel ini diduga disebabkan karena perusahaan yang memperoleh
opini wajar tanpa pengecualian dianggap telah menyajikan laporan keuangan
sesuai dengan standar yang berlaku sehingga tidak diperlukan prosedur audit
tambahan. Sedangkan untuk opini audit lainnya, diduga disebabkan oleh adanya
penambahan prosedur audit oleh auditor sehingga berpotensi menyebabkan
peningkatan pada ARL. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian
sebelumnya yang dilakukan Whittred (1980), Perdhana (2006), dan Panjaitan
(2010) yang berkesimpulan perusahaan dengan opini wajar tanpa pengecualian akan
cenderung memiliki ARL yang lebih pendek.
4.3.7
Pengaruh Probabilitas Kebangkrutan terhadap ARL
Variabel BANKRUPT memiliki koefisien sebesar 0,132 dengan
probabilitas 0,300 yang berarti variabel ini tidak berpengaruh terhadap ARL.
Hasil tersebut tidak sesuai dengan hasil penelitian Lai dan Chuck (2005) serta
Habib dan Bhuiyan (2012) yang menyatakan bahwa semakin tinggi probabilitas
kebangkrutan suatu perusahaan, maka semakin panjang pula ARL-nya. Hal ini
terjadi diperkirakan karena model probabilitas kebangkrutan milik Zmijewski
(1984) tidak terlalu cocok untuk diterapkan di Indonesia. Untuk dapat dipakai
di Indonesia, diduga harus dilakukan modifikasi model terlebih dahulu untuk
menyesuaikan koefisien model dengan keadaan yang sebenarnya. Selain itu, diduga
terdapat model prediksi kebangkrutan yang lebih cocok digunakan di Indonesia.
Argumen ini diperkuat dengan penelitian Rifqi (2011) yang menyatakan bahwa
terdapat model kebangkrutan lain yang dapat lebih baik dalam memprediksi
kebangkrutan di Indonesia. Dalam penelitian tersebut, disebutkan bahwa model
asli yang terbaik untuk digunakan di Indonesia adalah model kebangkrutan
Springate, sedangkan model modifikasi yang terbaik adalah model Ohlson. Namun,
penelitian tersebut hanya dilakukan dengan menggunakan sampel perusahaan dalam
industri manufaktur sehingga masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
untuk menguji konsistensinya.
Kesimpulan
1. Berdasarkan uraian
latar belakang di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk meneliti apakah
faktor-faktor seperti rotasi auditor, berita baik/buruk, keadaan rugi yang
dialami perusahaan, jumlah anak perusahaan, opini audit, dan probabilitas
kebangkrutan berpengaruh terhadap waktu penyelesaian audit yang mempengaruhi
ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan yang diuji dengan menggunakan
proksi audit report lag.
2. Hasil Penelitian adalah sebagai berikut
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan meneliti faktor-faktor
apa saja yang dapat mempengaruhi ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan.
Dengan menggunakan hasil penelitian ini, maka regulator dapat melakukan review
atas dampak aturan rotasi audit dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
17/PMK/.01/2008. Regulator dapat menimbang cost and benefit dari
penerapan kewajiban rotasi audit dilihat dari sisi indepenensi, kemungkinan
keterlambatan penyampaian laporan keuangan, keandalan informasi keuangan bagi
investor dan kemungkinan sanksi bagi perusahaan yang telat dalam pelaporan
akibat kebijakan ini. Penelitian ini juga dapat dijadikan bahan pertimbangan
bagi perusahaan juga mengenai keputusan rotasi auditor maupun pemilihan KAP.
Bagi auditor, dapat membantu mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi
ARL sehingga dapat melakukan upaya peningkatan efisiensi dan efektivitas proses
audit dengan mengendalikan faktor-faktor dominan yang menyebabkan ARL lebih
panjang.
Judul Skripsi
Berdasarkan analisis
jurnal yang telah saya buat maka saya berencana untuk mengambil judul skripsi
dengan tema yang berbeda dengan penulisan ilmiah saya sebelumnya yang mengambil
tentang sistem informasi akuntansi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar